“Ini bertujuan agar santri dapat beradaptasi dengan pendidikan formal, sehingga dapat melanjutkan ke SMP atau SMA tanpa kesulitan,” katanya.
Amrah Kasim, Anggota Majelis Masyayikh, mengungkapkan latar belakang historis pesantren sebagai pusat perlawanan kolonialisme dan pemberdayaan sosial, yang kini telah berkembang menjadi lebih dari 40.000 lembaga di Indonesia.
“Pesantren merupakan pondasi kuat dalam membentuk karakter bangsa. Namun, sistem pendidikan nasional sebelumnya belum sepenuhnya mewadahi pesantren. Melalui UU ini, kualitas dan kapasitas pesantren dapat ditingkatkan, dan negara diharapkan hadir untuk mendukung peran pesantren secara penuh,” ujar Amrah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa UU ini memiliki tiga prinsip utama: rekognisi (pengakuan), afirmasi (penguatan), dan fasilitasi (dukungan).
“Pesantren memiliki peran strategis dalam pembangunan karakter bangsa. Namun, banyak realitas di lapangan yang menunjukkan bahwa ijazah pesantren sering kali tidak diakui oleh lembaga dan institusi,” tegasnya.
Amrah melanjutkan, melalui UU ini, diharapkan lulusan pesantren mendapat pengakuan yang sama dengan lembaga formal lainnya.
Majelis Masyayikh baru-baru ini meluncurkan Dokumen Standar Penjaminan Mutu (SPM) Pesantren, yang menjadi langkah penting dalam memastikan implementasi UU Pesantren.
Load more