"Meskipun terdapat keragaman dalam pembelajaran, kita harus menetapkan standar minimal seperti contoh untuk Nahwu Shorof dan Fiqih," tegasnya.
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di pesantren yang terintegrasi dengan pendidikan umum. Majelis Masyayikh juga menginisiasi pengembangan standar pengasuhan, yang merupakan aspek unik dan tidak dimiliki sistem pendidikan formal lainnya. Standar ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang santri secara holistik, menjawab berbagai isu yang merugikan kepercayaan masyarakat terhadap pesantren. Hal ini MM tekankan untuk menepis isu-isu yang datang belakangan ini dan sedikit banyak berpengaruh terhadap turunnya kepercayaan masyarakat, yaitu isu kekerasan, baik verbal, fisik, dan lebih lagi kekerasan seksual
“Bahwa bagaimana tatakelola di dalam pesantren itu dapat menciptakan pengalaman dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang santri secara holistik. Jadi kita tidak perlu denial terhadap isu kekerasan di dalam pesantren, justru harus disikapi,” pungkasnya.
Nyai Amrah membuka sesi dengan mengungkapkan bahwa UU No. 18 Tahun 2019 lahir sebagai respons terhadap berbagai opini di masyarakat terkait posisi dan peran pesantren. Menurutnya, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga merupakan pusat transmisi ilmu keislaman serta basis kebudayaan dan peradaban Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pesantren memiliki peran signifikan dalam melawan kolonialisme.
"Pesantren telah menyuntikkan semangat juang kepada para mujahidin pada masa itu melalui argumen Al-Qur’an dan Hadis,” tuturnya.
Load more