Mempawah, tvOnenews.com - Di tengah adanya ancaman terhadap kelestarian hutan tropis Kalimantan, Program Harapan Alam (HARPA) dari Kitabisa meluncurkan Beasiswa Tunas untuk para pelajar dan mahasiswa di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Beasiswa ini merupakan sebuah program beasiswa holistik yang tidak hanya fokus pada pendidikan, tetapi juga pelestarian lingkungan. Peluncuran program ini dilakukan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, pada Minggu (3/11/2024).
Peluncuran program yang diadakan di Rumah Gesit Mempawah ini, menandai dimulainya perjalanan 10 anak muda terpilih yang akan mendapatkan dukungan pendidikan komprehensif selama setahun ke depan. Mereka terdiri dari empat mahasiswa dan enam siswa SMA/SMP yang berasal dari empat kecamatan di Kabupaten Mempawah: Jungkat, Sungai Pinyuh, Mempawah Timur, dan Sadaniang.
Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Lembaga Pengembangan Masyarakat Swadaya dan Mandiri (GEMAWAN), lembaga lingkungan, orangtua siswa, dan Kitabisa.org bagian dari ekosistem Kitabisa. Pendekatan kolaboratif ini memungkinkan program untuk menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dari sisi pendidikan maupun pelestarian alam.
Dewan Pengurus Gemawan Hermawansyah menjelaskan, Beasiswa Tunas lahir dari pemahaman bahwa pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat tidak bisa dipisahkan. Pihaknya melihat bagaimana himpitan ekonomi keluarga petani dan nelayan seringkali menghalangi akses pendidikan bagi anak-anak mereka.
“Beasiswa Tunas hadir untuk menjembatani kesenjangan ini, memberikan peluang yang lebih baik untuk pendidikan dan masa depan yang lebih sejahtera. Ini langkah awal untuk masa depan yang lebih sejahtera, untuk anak-anak dan alam Kalimantan. Kami berharap para penerima Beasiswa Tunas akan menjadi pionir di komunitas mereka, menunjukkan bahwa kesejahteraan ekonomi dapat tercapai tanpa mengorbankan kelestarian alam,” ujar Hermawansyah.
Ketua Yayasan Kitabisa Edo Irfandi menambahkan, masalah kompleks seperti deforestasi dan kesenjangan pendidikan memerlukan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.
“Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan dampak yang lebih besar, membawa perubahan positif yang dapat bertahan dalam jangka panjang,” ucap Edo.
Salah satu penerima beasiswa, Adit Pradana (16), memberikan contoh nyata bagaimana pendidikan dan pelestarian alam saling terkait. Wasandi (47), ayah Adit, seorang nelayan sekaligus aktivis pelestarian mangrove, telah mengembangkan metode inovatif menggunakan selongsong bambu untuk melindungi bibit bakau dari terpaan ombak.
Di pesisir pantai yang dipenuhi bakau muda, Wasandi menceritakan dampak perubahan lingkungan terhadap mata pencaharian mereka. "Dulu, kami bisa menangkap ikan dekat pantai. Sekarang, abrasi mengharuskan kami untuk berlayar lebih jauh, yang menghabiskan lebih banyak bahan bakar dan waktu," ujarnya.
Namun, dengan kearifan lokal, Wasandi menemukan solusi yang sederhana tetapi efektif. Dirinya menanam mangrove menggunakan selongsong bambu untuk melindungi bibit bakau dari ombak. "Setiap pohon yang tumbuh adalah harapan untuk masa depan anak-anak kami. Ketika mangrove tumbuh kuat, ikan akan kembali, dan kami tidak perlu berlayar terlalu jauh, tetap dekat dengan keluarga," ujarnya.
Adit menuturkan, Beasiswa Tunas lebih dari sekadar membantu biaya sekolahnya. “Ini tentang melanjutkan perjuangan ayah saya dalam menjaga alam. Saya ingin membuktikan bahwa pendidikan dan pelestarian lingkungan bisa berjalan seiring, saling mendukung,” kata Adit.
Beasiswa Tunas dirancang sebagai program percontohan selama satu tahun, dengan visi memberikan keberlanjutan. Jika berhasil, program ini akan dilanjutkan dengan menyasar pelajar dan mahasiswa di daerah lain. Selain dukungan pendidikan, program ini juga mencakup pendampingan keluarga dan pengembangan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan, untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang bagi masyarakat. (ebs)
Load more