Jakarta, tvonenews.com - Memperingati Hari Pahlawan Nasional, Dewan Penasehat Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA) Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghormati para pahlawannya.
Anggota Komisi III DPR RI ini mengungkapkan hal tersebut seusai mengunjungi Museum dan Monumen PETA (Pembela Tanah Air), dalam rangka Peringatan Hari Pahlawan Nasional di Bogor, Minggu (10/11/24).
"Bangsa yang mampu menghormati pahlawannya akan memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas yang tinggi. Rasa hormat ini menguatkan rasa nasionalisme dan mendorong seluruh elemen bangsa untuk bersikap proaktif dalam menjaga serta melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa. Karena itu, menghormati pahlawan bukan hanya sekadar sebuah rutinitas belaka, tetapi merupakan investasi bagi masa depan yang lebih baik," ujar Bamsoet di Bogor, Jawa Barat, Minggu (10/11/2024).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menuturkan, salah satu bentuk penghargaan negara kepada seseorang yang berjasa besar terhadap bangsa Indonesia adalah dengan memberikan gelar pahlawan nasional.
Pimpinan MPR periode 2019-2024 dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR RI periode 2019-2024 pada tanggal 25 September 2024, telah mengusulkan kepada Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto dan Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta pemulihan hak-hak Presiden Pertama Republik Indonesia sekaligus Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno.
"Sebagai salah satu bentuk penghormatan dan penghargaan kepada jasa-jasa Presiden Soeharto, MPR telah resmi mencabut nama Presiden kedua RI Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN),” kata Bamsoet.
Dia mengaku, keputusan MPR untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 merupakan tindak lanjut dari Surat dari Fraksi Golkar pada 18 September 2024, dan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada 23 September 2024 lalu.
Bamsoet memaparkan, MPR juga mencabut TAP MPR terkait pemberhentian Presiden Gus Dur pada 2001. MPR menyatakan TAP MPR Nomor II Tahun 2001 yang menyatakan bahwa ketidakhadiran dan penolakan Gus Dur untuk memberikan laporan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR kala itu dinilai telah melanggar haluan negara, sudah tidak berlaku lagi.
"Salah satu pertimbangan dalam TAP MPRS itu berbunyi Presiden Soekarno disebut melindungi tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan demikian, poin itu tidak lagi terbukti,' urai Bamsoet.
Lebih lanjut dia menjelaskan, upaya menghormati para pahlawan berarti menjaga memori kolektif bangsa. Ketika suatu bangsa mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawan, hal ini menjadi pengingat bagi generasi mendatang tentang pentingnya pengorbanan dan dedikasi.
"Pahlawan menjadi teladan bagi masyarakat dalam berjuang demi keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan. Bangsa yang mampu meneladani sifat-sifat mulia pahlawannya, akan lebih mampu menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dalam pembangunan bangsa," pungkas Bamsoet. (hsb)
Load more