Jakarta, tvOnenews.com - Seorang wanita yang sempat berprofesi sebagai advokat, Zuhesti Prihadini bercerita soal masa kelamnya menjalani hukuman pidana selama 6 bulan.
Hesti, sapaan akrabnya, bebas dari lembaga permasyarakatan di wilayah Tangerang sejak April 2024 itu mengaku menjalani hukuman pidana lantaran dituding bermasalah dengan kantornya terdahulu.
Dia menyebutkan hukuman tersebut sangat menyakitkan, terlebih harus jauh dari keluarganya.
"Karier yang telah saya bangun hancur, pengalaman pahit 6 bulan berada di dalam lapas mengajarkan saya akan banyak hal. Kini saya hanya ingin fokus mengurus kedua anak dan suami yang telah banyak berkorban," kata Hesti dalam keterangannya, Senin (11/11/2024).
Hesti melanjutkan selama menjalani hukuman, dirinya juga dipecat dari firma hukumnya tanpa penghitungan pesangon.
Dia mengaku proses pemecatan itu berlangsung saat dirinya jelang pembebasan dari penjara.
"Saya dipecat tanpa perincian hak pesangon dan hak lainnya," tambahnya.
Akan tetapi, dia mengatakan bakal melapor ke Komnas Perempuan dan beberapa lembaga terkait.
"Beberapa hal terkait ketenagakerjaan dan lain-lain dalam waktu dekat akan saya laporkan ke Komnas Perempuan dan beberapa instansi terkait. Saya hanya ingin hukum ditegakkan, tidak ada lagi diskriminasi terhadap kaum pekerja terutama wanita," jelasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Hesti, Hari Wijayanto menuturkan kliennya dijerat pidana usai mendapat perintah partner atau penanggung jawab untuk memimpin Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) atau RUPS tandingan. Hal itu dinilai bertentangan melanggar hukum.
"Bu Hesti dan Philipp ini mewakili Staedtler Noris asal Jerman yang sebagai pemilik mayoritas saham di sana namun demikian hal tersebut tidak terjadi karena ada perbedaan pendapat para pemegang saham sehingga akhirnya sebagai penanggung jawab atau partner Luther Indonesia ini saudara Philipp casting mengadakan RUPS tandingan," ujar Hari Wijayanto.
Dia melanjutkan bahwa kliennya dinilai bersalah oleh PN Tangerang atas perbuatannya tersebut.
"Rasa ketidakadilan itu mulai terjadi. Kemudian selama ibu Hesti ada di dalam penjara tentunya hal ini sangat mengganggu sangat berdampak terhadap keluarga bu hesti, terhadap suami, anak yang belum dewasa yang saat itu masih usia 9 tahun yang paling tua dan anak nomer 2 umur 7 tahun," jelasnya.
Hari berharap setelah ini, ada itikad baik dari pihak perusahaan untuk berbicara lebih jauh terkait dengan peristiwa yang dialami Hesti.
Hari mengatakan Zuhesti hanyalah seorang korban atas perintah atasannya untuk memimpin Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang disinyalir melanggar hukum.
Ia mengatakan rapat tersebut diperintahkan langsung oleh penanggung jawab Luther Lawfirm Jakarta, Philipp Kersting.
“Namun, tindakan ini dianggap melanggar hukum. Hal itu menyebabkan Zuhesti dan Philipp dijatuhi pidana oleh Pengadilan Negeri Tangerang,” ujar Hari.
Dia mengatakan Kliennya sudah menjalani hukuman. Akan tetapi, Zuhesti mendapat perilaku tidak adil berupa pemecatan karena perkara yang disebabkan atasannya.
“Sebelum dibebaskan, tiba-tiba ada surat pemutusan hubungan kerja (PHK) dari PT Luther Konsultasi Indonesia karena Ibu Hesti terbukti melakukan tindak pidana,” tuturnya.
Dirinya menegaskan pemecatan tersebut tidak berkeadilan lantaran Zuhesti dinyatakan bersalah karena perintah Philipp sendiri.
Selain itu, dia juga mengatakan tindakan Luther terhadap Zuhesti berbeda dengan yang dilakukan terhadap Philipp.
“Philipp yang dihukum lebih berat daripada Zuhesti masih menjadi partner pada Luther Indonesia dan tidak dipecat,” kata dia,
Padahal, menurut Hari, Philipp merupakan aktor utama dalam perkara yang membuat Zuhesti masuk penjara.
Oleh sebab itu, Zuhesti melakukan perlawanan dengan melaporkan perkara itu ke Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Jakarta Selatan dan siap maju ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Kemudian, Zuhesti juga turut melaporkan Luther Indonesia ke Ombudsman RI perihal perbedaan perlakuan dirinya dengan Phillip.
“Perbedaan perlakuan karena Phillip dengan leluasa dapat menggunakan alat elektronik selama di dalam lapas,” ucpanya.
Terakhir, kata Hari, pihaknya juga turut melaporkan pemecatan keliennya ke Komnas Perempuan karena ada ketidakadilan berbasis gender.
“Pemecatan yang dilakukan Luther Indonesia juga turut dilaporkan ke Komnas Perempuan lantaran ada perilaku yang tidak adil yang berbasis gender,” tandasnya.
Kubu Hesti ini juga sudah mengadu kepada Ombudsman RI. Pengaduan ini meminta agar diberi upaya yang terang demi menuntaskan keadilan untuk Hesti.
Load more