Jakarta, tvOnenews.com - Pakar ekonomi sekaligus Sekretaris Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar Abdul Rahman Farisi menilai target pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebesar 8 persen per tahun bisa dipenuhi.
Dia mengatakan keberhasilan mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen tersebut dapat dipelajari dari era pemerintahan Presiden Suharto.
Menurutnya, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa Suharto merupakan salah satu periode paling bersejarah dalam perekonomian nasional.
Selama 1967-1997, Indonesia berhasil mencatatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen per tahun, bahkan mencapai puncaknya di tahun 1968 dengan pertumbuhan 10,92 persen.
“Era Suharto menunjukkan bagaimana kebijakan strategis, seperti dorongan investasi asing dan substitusi impor, mampu menjadi mesin penggerak utama perekonomian,” ungkap dia dilansir Selasa (19/11/2024).
Namun, Abdul Rahman juga mengingatkan bahwa keberhasilan tersebut tidak lepas dari sejumlah tantangan besar.
Sebab, ketergantungan pada ekspor komoditas migas dan dominasi pemerintah dalam pengelolaan ekonomi membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi global.
“Ketika harga minyak dunia anjlok pada 1983, kita melihat dampaknya langsung pada penurunan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 1,2 persen. Ini menjadi pelajaran penting bahwa diversifikasi ekonomi adalah kunci,” tambahnya.
Dalam pandangannya, karakteristik perekonomian Indonesia saat ini yang didominasi sektor berbasis lahan, seperti pertambangan dan perkebunan, harus segera diimbangi dengan pengembangan sektor hilirisasi dan industrialisasi.
Dia menekankan pentingnya mendorong investasi asing langsung (FDI) yang terfokus pada hilirisasi komoditas ekspor utama.
“Hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah, tetapi juga memperkuat daya saing Indonesia di pasar global,” ujarnya.
Selain itu, dia menyoroti pentingnya independensi Bank Indonesia yang harus semakin diperkuat.
“Pelajaran lain yang sangat penting adalah independensi Bank Indonesia. Kita belajar dari masa Suharto bahwa bank sentral yang tidak independen sangat rentan terhadap intervensi yang bisa memicu krisis ekonomi,” jelas Abdul Rahman.
Abdul Rahman menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang tidak hanya bertumpu pada sektor pertambangan dan pertanian.
Dia melihat jumlah UMKM dan ketersediaan teknologi sebagai potensi besar untuk pengembangan ekonomi masa depan.
Sehingga menurut dia, target pertumbuhan ekonomi 8 persen semestinya bisa diraih dengan berbagai sinergi kebijakan moneter yang tepat.
“Pertumbuhan ekonomi 8 persen bukanlah mimpi dan bisa kita raih. Terpenting sinergi terus berjalan, salah satu bentuk implementasi kebijakan ini ketika Presiden Prabowo mencanangkan swasembada energi yang kemudian diterjemahkan Menteri Bahlil dalam bentuk rencana menaikkan produksi lifting Migas sehingga kebijakan ini mesti didukung seluruh kementerian dan lembaga terkait,” imbuhnya.(lgn)
Load more