Jakarta, tvOnenews.com - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengecam keras dugaan keterangan palsu yang disampaikan dua ahli dari JPU dalam sidang praperadilan Tom Lembong, Hibnu Nugroho dan Taufik Rachman.
“Keterangan lisan dan tertulis dipersidangan itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan, ditanda tangani dan dibawah sumpah. Saksi telah cacat integritas, jadi hakim tidak bisa menggunakan keterangan saksi ahli itu,” ujar Hamdan, Minggu (24/11/2024).
Sebelumnya, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menuding bahwa kedua ahli telah memberikan keterangan palsu. Hal ini terbukti dari keterangan tertulis dua saksi yang sama persis.
Menurut Ari, keterangan tersebut diduga disiapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Protes disampaikan Ari Yusuf Amir saat sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024) lalu.
Selanjutnya, kasus ini kemudian diadukan ke Polda Metro Jaya berdasakan laporan Polisi Nomor LP/B/7132/XI/2024/SPKT/Polda Metro Jaya tanggal 22 November 2024.
Dua saksi ahli diduga telah melakukan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu (pasal 242 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) KUHP.
Terkait pelaporan itu, Hamdan Zoelva menyampaikan berpendapat bahwa pelaporan itu harus segera diproses.
Dia menyampaikan apa yang dilakukan dua saksi ahli itu merupakan pelanggaran etik dan sumpah palsu.
“Ini preseden buruk bagi peradilan kita. Ahli diminta pendapatnya karena integritas keilmuannya. Tapi jika tuduhan sodara Ari Yusuf Amir ini benar, maka keterangan saksi ahli itu tidak punya nilai apa pun,” ujar Hamdan.
Ketua Umum Syarikat Islam itu mengingatkan Kejagung agar kasus yang melibatkan Tom Lembong tidak mengotori kinerja positif mereka selama ini telah dibangun dengan membongkar kasus-kasus besar.
“Publik memuji Kejaksaan Agung karena kinerjanya dalam mengungkap kasus-kasus besar. Nah jangan sampai kasus yang tidak jelas ini mengotori kinerja positif yang sudah dibangun,” ucap Hamdan.
Adapun Tom Lembong ditetapkan oleh Kejagung sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula. Kasus ini terjadi pada periode ketika Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan Indonesia 2015 - 2016.
Kejagung menyebut perkara ini diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
Kejagung menyatakan Tom Lembong diduga memberi izin impor gula kristal mental sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.
Kebijakan impor gula itu disebut Kejagung tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Pihak Tom Lembong kini tengah mengajukan gugatan pra peradilan. Sidang atas gugatan tersebut kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.(lgn)
Load more