Maraknya kegiatan penambangan ilegal ini dimulai dengan perubahan era Otonomi Daerah pada tahun 1999 disusul dengan terbitnya Kepmenperindag No. 146/1999 tentang ketentuan umum dibidang ekspor dimana timah tidak lagi menjadi barang strategis Negara untuk barang ekspor.
Dengan keluarnya peraturan-peraturan tersebut, Pemerintah Daerah mulai membuat kebijakan-kebijakan di daerahnya sendiri. Pada sektor Pertambangan Pemkab Bangka mengeluarkan Perda No.6 tahun 2001 tentang pengelolaan pertambangan umum.
Peraturan ini membuka kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penambangan, termasuk penambangan timah secara massal di darat. Lokasi yang dimasuki masyarakat pada awalnya adalah lokasi-lokasi penambangan timah PT Timah (Persero).
“Adanya aktivitas penambangan masyarakat di dalam IUP PT Timah membuat suatu permasalahan bagi PT Timah dalam rangka memperoleh bijih timah. Masyarakat penambang masuk tanpa melalui izin dan kerjasama dengan PT. Timah (Persero) Tbk, sehingga pada umumnya disebut Tambang Inkonvensional atau TI,” sebut Riza.
Kegiatan tersebut dilakukan di lokasi-lokasi penambangan Perusahaan bahkan di lahan tailing yang sudah dilakukan reklamasi oleh PT Timah Tbk sehingga menjadi rusak karena penambangan yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah penambangan yang baik (good mining practice).
Penyelundup pun memanfaatkan situasi ini untuk mengekspor timah secara ilegal.
“Menghadapi maraknya aktivitas penambangan inkonvensional dan masih marak aktivitas smokel atau penyelundupan biji timah keluar negeri, kemudian kesulitan mengontrol penetapan biaya kompensasi bijih timah baik berhadapan dengan masyarakat ataupun kolektor bijih timah yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, membuat PT Timah (Persero) Tbk kesulitan untuk memperoleh bijih timah,” kata dia.
Load more