Dalam konteks kearifan lokal Kabupaten Deiyai, pemilihan dengan sistem noken diselenggarakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dimana masyarakat beserta pemangku adat berkumpul dan bermusyawarah untuk memutuskan kepada siapa suara mereka diberikan dalam proses pemilihan yang diakhiri dengan tarian khas setempat. Sistem noken/ikat ini diakui dalam sistem hukum Indonesia.
“Kami menemukan fakta, dimana beberapa kampung/desa dan distrik/kecamatan, masyarakatnya telah memutuskan pilihan politiknya, bahkan sampai membuat surat pernyataan kesepakatan untuk menyerahkan suaranya kepada Pemohon, namun pada saat rekapitulasi, suara itu berkurang, bahkan ada yang hilang. Contoh pada Distrik Kapiraya, seluruh lapisan masyarakat sepakat menyerahkan suaranya kepada Pemohon sebanyak 5.100 suara, akan tetapi pada saat rekapitulasi suara Pemohon itu menjadi hilang alias 0 (nol). Pada Distrik Tigi Timur, masyarakat sepakat menyerahkan suaranya kepada Pemohon sebanyak 6.423 suara, akan tetapi pada saat rekapitulasi suara Pemohon itu berkurang 3.200 suara”, jelas Pengacara muda itu.
Fati juga menjelaskan, bahwa terdapat fakta dimana suara Pemohon dan paslon lainnya pada formulir C.Hasil digeser ke salah satu paslon dengan cara ditipex.
“Kami meminta KPU Kabupaten Deiyai menghadirkan formulir-formulir C.Hasil itu nantinya di persidangan MK demi terwujudnya pilkada yang demokratis, mengingat hanya beberapa TPS saja yang diupload melalui situs sirekap”, katanya.
Fati menilai bahwa akibat pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan-kecurangan itu, berita acara hasil penghitungan suara di beberapa distrik/kecamatan tidak ditandatangani oleh semua saksi-saksi paslon. Bahkan berita acara rekapitulasi ditingkat kabupaten, hanya ditandatangani oleh 2 (dua) paslon dari 5 (lima) paslon. (ebs)
Load more