Hitungannya didasarkan pada kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan hutan non kawasan.
Setelah itu, nilai kerugian naik menjadi Rp300 triliun setelah auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi yang dihadirkan jaksa dalam sidang dugaan korupsi pengelolaan timah pada 13 November 2024 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Total kerugian yang diperoleh dari penyimpangan pada kerja sama sewa smelter, pembelian timah, dan kerusakan lingkungan.
Namun, nilai kerugian keuangan negara yang dimaksud belum dapat dibuktikan di Pengadilan. Bahkan, Budi Riyanto meragukan hitungan ahli tersebut.
Menurutnya, masalah kerusakan lingkungan punya parameter dan harus dihitung secara holistik. Diperlukan perhitungan yang matang secara komprehensif oleh scientific authority.
“Nggak bisa secara parsial, rusaknya airnya begini, rusak tanahnya begini, tanamannya begini, tetapi harus secara holistik. Scientific authority itu kalau di kita dulu LIPI, sekarang diganti BRIN,” jelasnya.
“Soal BRIN ini nanti akan mengundang para ahli di Bogor, nantinya silahkan, jadi jangan pendapat orang per orang langsung dijadikan dasar tuntutan, itu yang berbahaya menurut saya,” tambahnya.
Load more