tvOnenews.com - Sidang sengketa Pilkada Papua Barat Daya dengan nomor perkara 276/PHPU.GUB-XXIII/2025 digelar di Mahkamah Konstitusi. Pihak pemohon yakni Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw (AFU -Petrus) melalui kuasa hukumnya menyebut ada konspirasi sistematis dalam proses pencalonan kliennya pada Pilkada Papua Barat Daya.
Hal itu dikatakan Yohanes Akwan, SH., MAP (Kuasa Hukum Pemohon) yang membantah dalil yang disampaikan oleh termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat Daya, yang menyebut Pemohon tidak memiliki legal standing karena melebihi ambang batas sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Pilkada.
“Dalih ini tidak berdasar. Ambang batas tidak dapat digunakan sebagai alasan menutup akses keadilan bagi Pemohon, karena terdapat pelanggaran serius yang terstuktur, sistematif dan masif yang mempengaruhi hasil pemilihan,” ujar Akwan di Mahkamah Konstitusi, Kamis (30/1/2025)
Terkait dalil dari pihak terkait, yakni Elisa Kambu dan tim hukumnya yang diwakili oleh Sokhib Naik, Akwan menolak klaim bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Ia menegaskan bahwa Mahkamah memiliki kewenangan penuh untuk memeriksa dugaan pelanggaran serius dalam Pilkada Papua Barat Daya.
“Mereka menyangkal adanya konspirasi, tetapi fakta berbicara sebaliknya. Keterlibatan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam memberikan rekomendasi yang melampaui kewenangannya menunjukkan indikasi kuat adanya upaya sistematis untuk menggagalkan pencalonan AFU-Petrus,” lanjutnya.
Ia juga menanggapi pernyataan KPU bahwa Pemohon tidak menjelaskan secara detail terkait dugaan politik uang dan penyalahgunaan kewenangan.
Menurutnya, Pemohon telah menguraikan secara rinci dan sistematis bagaimana pencalonan AFU-Petrus dijegal melalui serangkaian keputusan yang dinilai tidak berlandaskan hukum yang adil.
Load more