Manggarai, Nusa Tenggara Timur – Kisah penderitaan keluarga Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), kakak beradik Siprianus dan Donatus di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) benar-benar menyayat hati.
Siprianus Judin dan Donatus Dasor dipasung dengan balok yang dikancing dengan baut. Keduanya meringkuk di atas bale-bale yang juga sebagai tempat tidur. Warga Kampung Muwur, Desa Wae Mantang, Kecamatan Rahong Utara, Manggarai Nusa Tenggara Timur ini melewati hari-hari di dalam ruang yang pengap di dalam rumah yang masih berlantai tanah.
Donatus Dasor (41) dipasung sejak tahun 2001 silam, sedangkan kakaknya Siprianus Judin (45) merupakan ODGJ kambuhan yang kerap membantai hewan ternak di kampungnya.
Kondisi Siprianus tampak sehat, ia masih bisa berkomunikasi dengan baik. Dia mengaku rutin mengonsumsi obat gangguan jiwa dari puskesmas.
“Saya rutin minum obat dari puskesmas, Ite (Pak). Makan dan minum lancar, tidur malam juga nyenyak,” kata Siprianus kepada tvOnenews, Rabu (18/8).
Sebaliknya, Donatus Dasor yang dipasung di rumah sebelah lebih banyak diam, bergumam dengan tatapan kosong. Selama 20 tahun ia dipasung tanpa sekalipun dilepas. Saking lamanya dipasung, pergelangan dua kakinya mengecil.
Kepala Dusun Muwur, Ita Purnama Musa yang tinggal bertetangga dengan keluarga ODGJ ini mengatakan, pengobatan skizofrenia untuk Donatus terpaksa dihentikan sejak tahun 2020 karena tak ada perubahan pada Donatus.
“Keluarga memutuskan berhenti memberi obat kepada Donatus karena tidak ada perubahan. Tapi petugas medis masih rutin ke sini cek kondisi mereka (Siprianus dan Donatus),” ujar Ita.
Selain Siprianus dan Donatus, satu lagi anggota keluarga ini yang terkena gangguan jiwa yakni Brigita Gumbul, istri dari Siprianus Judin.
Wanita 43 tahun itu lebih banyak berdiam diri di dapur. Brigita diduga terkena depresi akibat tekanan ekonomi.
“Ibu Brigita ini tidak dipasung karena prilakunya tidak berbahaya, paling tidak bicara, dan lebih banyak mengurung diri. Ya mungkin akibat stres suaminya sakit,” sambung Ita Purnama Musa.
Anak Putus Sekolah Jadi Tulang Punggung Keluarga
Pernikahan Siprianus Judin dan Brigita Gumbul dikaruniai empat orang anak yakni Kristiani Fani Farnilan (20), Yohanes Jeklin Abut (17), Servas Nanggur (14), serta anak bungsu Yevrita Jaya yang masih 7 tahun.
Semenjak Siprianus Judin terkena gangguan jiwa pada tahun 2011, ekonomi keluarga ini mulai goyah. Dalam kondisi terseok-seok, Kristiani sebagai anak sulung masih bisa menyelesaikan pendidikan hingga tamat di SMK Widya Bakti Ruteng tahun 2020.
Afni, demikian Kristiani Fani Farnilan biasa disapa kemudian merantau menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di Makassar Sulawesi Selatan.
Delapan bulan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Afni kemudian dipanggil pulang ke Muwur pada November 2020 karena ibunya terkena sakit gangguan jiwa.
“Karena bapak dan mama sudah sakit begini, ya, saya pulang. Siapa lagi yang mengurusi mereka. Adik-adik saya kan jelas tidak bisa,” kata Afni.
Yohanes Jeklin Abut, adik Afni, memutuskan berhenti sekolah waktu dia mau naik ke kelas 2 SMP. Afni dan Yohanes saat ini menjadi tulang punggung keluarga.
“Saya awalnya berat adik saya harus putus sekolah. Tapi demi orang tua yang sakit dan adik-adik yang harus tetap sekolah saya dan Jek (Yohanes) menjadi tulang punggung keluarga. Kerja apa saja di kampung ini yang penting halal,” tuturnya, “saya dan adik-adik bergantian merawat bapak dan bapak kecil (paman). Memandikan mereka tiap dua hari, kasih makan, dan membuang kotoran.”
Keluarga Afni tercatat sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Wae Mantang. Keluarga Siprianus mendapat 10 kilogram beras per bulan yang diterima tiga bulan sekali, sementara Donatus mendapat bantuan Covid-19.
Undang-Undang No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa melarang pemasungan untuk orang-orang yang terkena gangguan jiwa. Pada tahun 2017 Kementerian Sosial juga mencanangkan gerakan Indonesia Bebas Pasung.
Namun faktanya, praktik pemasungan terhadap ODGJ masih terus terjadi di tengah masyarakat. Alasannya klasik, karena keberadaan ODGJ mengancam lingkungan sekitarnya.
Siprianus dan Donatus seharusnya berada di pusat perawatan ODGJ di Panti Renceng Mose Ruteng. Namun karena ketiadaan biaya, kakak beradik ini terpaksa menjalani kehidupan yang pengap dengan kaki dan tangan terpasung.
Di lubuk hatinya, Afni menyimpan beban stigma sebagai anak dari orang tua penderita gangguan jiwa. Entah kapan berakhirnya derita keluarga miskin ini, Afni hanya berharap orang tuanya sembuh dan bebas dari pasung.
Bantuan mengalir
Derita keluarga ODGJ ini viral setelah visitasi dan pemberitaan dari Persatuan Jurnalis Manggarai (PJM). Sejumlah pihak langsung menyalurkan bantuan.
Pertama, bantuan datang dari Koperasi Karyawan Bandung Utama Grup Ruteng. BUG menyumbang sembako dan ternak (dua ekor babi).
Bantuan juga disalurkan oleh Karang Taruna Desa Nao Satar Mese Utara dan bantuan beras dari Dinas Sosial Kabupaten Manggarai.
“Sampai hari ini sudah banyak bantuan. Kami bersyukur sekali banyak pihak yang memberi perhatian kepada kami,” tutur Afni.
Afni dan adik-adiknya amat merindukan kesembuhanan untuk tiga anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, ayah, ibu dan sang paman Donatus.
“Kalau mereka tiga ini sembuh otomatis semua bisa beraktivitas normal lagi. Tapi kalau orang tua kami ini terus dipasung seperti ini maka adik-adik saya yang lain terancam putus sekolah semua,” lirihnya, “terima kasih banyak untuk setiap bantuan yang sudah kami terima. Kami akan pergunakan bantuan bapak ibu dengan sebaik-baiknya. Kalau nanti uangnya cukup kami mengganti lantai tanah ini dengan semen,” tambahnya. (Jo Kenaru/act)
Load more