Palu, Sulawesi Tengah – Tak mudah bekerja sebagai petugas pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) di masa pandemi seperti sekarang. Bagi petugas di TPU Kelurahan Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah, melonjaknya angka kematian akibat Covid-19 seperti sekarang adalah saat-saat sulit.
Mahmud (50) merupakan satu dari empat petugas pemakaman di pusara Covid-19 TPU Poboya. Sejak Juli hingga Agustus 2021, ia harus bekerja ekstra karena banyaknya orang yang meninggal akibat penyakit menular itu.
“Hampir setiap hari ada jenazah Covid-19 yang dimakamkan di sini,” katanya saat ditemui Kamis (19/08).
Dari kurang lebih 30 hektare lahan, TPU Poboya yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu, terdapat blok khusus untuk memakamkan jenazah Covid-19. Pusara untuk muslim maupun nonmuslim itu, bersebelahan dengan pekuburan massal korban gempa likuefaksi dan tsunami, yang menimpa Palu dua tahun silam.
“Dari Juli itu hampir sudah 80 jenazah yang dimakamkan di sini,” ujar ASN di DLH Palu ini.
Mahmud bilang, sejak korona masuk awal Maret 2020 sampai Agustus 2021, terhitung sudah 234 jenazah Covid-19 yang dimakamkan. Ambulans dari rumah sakit yang mengantarkan jenazah seolah tiada henti berdatangan sejak bulan Juli lalu.
Dalam sebulan terakhir, pernah sehari ia memakamkan hingga 10 jenazah Covid-19. Bahkan ia juga mengaku pernah kewalahan akibat antrean jenazah yang banyak. Sementara lubang makam belum ada yang disiapkan.
Hal itupun kini diantisipasi. Sejak tiga hari yang lalu puluhan lubang sudah disiapkan, digali menggunakan eskavator agar pekerjaan di pemakaman jadi lebih efisien.
“Tim gali itu ada 5 orang, karena kewalahan kita keluarkan biaya lebih saja untuk menggunakan alat berat dan tiga hari lalu dibuat sebanyak 80 lubang,” ucapnya.
Meski bekerja ekstra, Mahmud bersama kawannya tetap tidak lupa menjaga kondisi kesehatan. Waktu pemakaman, kata dia, hanya dibatasi sampai jam 12 malam.
“Biasa kalau sudah 12 malam lewat, kita laksanakan pemakaman jadi pagi hari,” katanya.
Berbeda dengan memakamkan jenazah biasa, Mahmud dan kawan-kawan harus menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap untuk mengurangi risiko terpapar virus.
“Beginilah APD tiap hari harus diganti, sekali pakai langsung dibakar,” katanya.
Belum lagi beberapa keluarga yang ditinggalkan geram sebab prosedur pemakaman menggunakan protokol Covid-19. Hal ini membuatnya harus sedikit bersabar dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Kami di sini hanya melaksanakan tugas, yang menentukan jenazah Covid atau tidak itu adalah pihak rumah sakit,” tandasnya.
Sebagai ASN gajinya terbilang cukup untuk membiayai kebutuhan keluarganya. Bekerja di DLH khusus pengelola tempat pemakaman, per bulan Mahmud dibayar Rp5 juta. Dia bersyukur gajinya setimpal dengan risikonya sebagai penggali pusara. (Abdy Mari/act)
Load more