Jakarta - Indonesia masih berumur 19 tahun saat Soekarno mendeklarasikan Ganyang Malaysia pada 3 Mei 1964. Tak tanggung-tanggung, kebijakan Dwikora (Dwi komando rakyat) juga dikeluarkan bapak bangsa itu sebagai dasar serangan gerilya ke negeri jiran.
“Kita waktu itu pede (percaya diri) karena Soviyet memberikan pasokan banyak. Indonesia termasuk negara yang paling kuat di wilayah selatan-selatan. Mungkin di bawah Tiongkok ya,” ungkap Hendi Jo jurnalis sejarah dalam video wawancara bersama VDVC.
“Uni Soviyet memberikan peralatan militer secara jor-joran kepada Indonesia mulai kapal selam, altereli, dan segala macam, bahkan mengerahkan ribuan instruktur hingga tentara bayaran untuk Indonesia,” imbuhnya.
“Dan pada akhirnya harus diakui bahwa tingkat kemampuan militer kita, kalau dilihat dari jumlah korban lebih banyak dari kita. Mereka lebih terampil dan menguasai medan. Dwikora dinyatakan gagal karena Indonesia tidak berusaha meraih (red: simpati) rakyatnya,” ujar Hendi.
Penyusupan yang sifatnya perang gerilya itu tidak melibatkan operasi teritorial. Begitu banyaknya tentara Indonesia yang justru tertangkap dan diperlakukan dengan keji oleh tentara Inggris.
Alih-alih berhasil membubarkan, Malaysia justru kemudian masuk sebagai negara anggota tidak tetap dewan keamanan PBB. Soekarno semakin kebaran jenggot, ia menilai bahwa PBB telah gagal menjalankan fungsinya dan malah melegalkan neo kolonialisme (penjajahan model baru) oleh Inggris.
Soekarno akhirnya memutuskan Indonesia keluar dari PBB. “Indonesia waktu itu menjadi negara yang pertama keluar dari PBb. Walaupun kemudian masuk lagi,” kata Hendi.
Namun di balik kerasnya Soekarno menentang upaya Inggris mendirikan Malaysia, diam-diam ia juga gamang. Dalam senyap ia mencari jalan politik untuk berdamai dengan Malaysia karena sebetulnya Soekarno tidak sampai hati berseteru dengan bangsa melayu.
“Kenapa dia melakukan aksi ganyang Malaysia karena di belakangnya ada Inggris, tapi nggak mungkin juga kalau dia sebut ganyang Inggris,” terang Hendi.
“Malangnya adalah ketika apa yang dilakukan Soekarno ini (justru) ditangkap tidak nyambung oleh masyarakat Malaysia sendiri yang menganggap itu sebagai sikap permusuhan kepada mereka, sampai lambang garuda diinjak dan merah putih dibakar. Itu yang akhirnya menjadi blunder,” imbuhnya.
Sementara itu di internal orang-orang Indonesia sendiri tidak terjadi kekompakan untuk menghadapi Malaysia. “Angkatan darat sebenarnya tidak mau berhadapan dengan Malaysia yang notabene sesama bangsa melayu. Mereka merasa bahwa ini tidak strategis,” ucap Hendi.
Kelompok Soeharto dan Nasution diam-diam mebuka jalur untuk berhubungan dengan Malaysia agar konfrontasi ini berakhir. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Ketika Soekarno lengser, Soeharto naik sebagai presiden. Hubungan Indonesia-Malaysia pun berbalik menjadi harmonis pada era ini. (amr)
Load more