Kemudian, secara ilegal menjadi aset PT MSAM berupa lahan perkebunan beralaskan HGU, tanpa keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
Menurutnya penerbitan HGU itu terjadi pada 4 September 2018. Tidak mengherankan, pada kurun waktu yang tidak lama, puluhan masyarakat Kotabaru berdemo di depan Komnas HAM untuk meminta keadilan atas penggusuran tanah-tanah mereka akibat aktivitas perkebunan PT MSAM.
Setelah penerbitan HGU PT MSAM, lalu terbit Keputusan Menteri LHK Nomor 465/2018 untuk lokasi yang cenderung sama dan pada pokoknya menciutkan wilayah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II. IUPHHK-HA PT Inhutani II awalnya + 40.950 ha kemudian tersisa + 25.908 ha.
Sehingga yang kembali menjadi hutan negara tanpa pemanfaatan pihak lain, sekitar 14.333 ha. Di dalam lokasi 14.333 ha inilah PT MSAM memperoleh HGU dengan luas + 8.610 ha tanpa didahului keputusan pelepasan kawasan hutan.
“Menurut aturan yang berlaku tahun 2018, Pasal 21 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 menyebutkan bahwa keputusan pelepasan kawasan hutan harus diterbitkan setelah Menteri LHK menerima permohonan dan meneliti pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis," kata dia.
"Barulah status hamparan daratan itu bukan lagi merupakan kawasan hutan. Jadi, jika ribuan hektar hutan tiba-tiba beralih jadi HGU tanpa keputusan dimaksud, dapat disinyalir ada kaki-tangan mafia tanah yang bermain dibaliknya,” pungkas Harimuddin.
Dikabarkan, Sawit Watch dan INTEGRITY telah mengadukan polemik ini kepada KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, namun hingga kini belum ada perkembangan berarti.
Load more