Kemudian, lanjut Dedi, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011-31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp19,’7 miliar dan 4,73 juta dolar AS atau senilai Rp 451,66 miliar.
Dedi mengatakan Direksi PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak terhadap penjualan BBM nontunai kepada PT AKT yang tidak melakukan pembayaran BBM yang dikirimkan dan Direksi PT PPN tidak ada upaya untuk melakukan penagihan.
"Tidak adanya jaminan (colateral) berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM nontunai sehingga PT PPN mengalami kerugian saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009-2012," ujarnya.
Dia menjabarkan berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU No. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, BBM yang belum dibayar PT AKT kepada PT PPN sebesar Rp 451,6 miliar.
Berdasarkan data yang disiapkan akuntansi utang piutang PT PPN diketahui volume BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT keseluruhannya adalah 154.274.946 liter atau senilai Rp278,6 miliar atau 102,6 juta dolar AS.
"Berdasarkan hasil penyelidikan terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM nontunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," kata Dedi.
Dedi menambahkan berdasarkan hasil penyelidikan tersebut terdapat indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan jumlah BBM yang dikeluarkan PT Pertamina Patra Niaga kepada PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) sesuai dengan kontrak dan Addendum I dan II yang belum dilakukan pembayaran sehingga menjadi kerugian negara sebesar Rp451,6 miliar.
Load more