“Kalau dulu diselenggarakan voting, maka Indonesia saya yakin negara Islam. Kalau di voting untuk bahasa nasional saya yakin juga akan bahasa Jawa bahasa nasional karena waktu 40-50 persen orang Jawa,” bebernya menanggapi sistem demokrasi masa kini.
Mengambil contoh, kekakuan membentuk negara bangsa, yang dialami Yugoslavia. Negara itu pecah berdasarkan kesukuannya menjadi Serbia, Bosnia, Korasia dsb.
“Saya bayangkan jika hal ini terjadi di Indonesia, pasti banyak sekali terpecah. Dari Aceh hingga Merauke,” katanya.
Yang lain, seperti Argentina dan Brasil yang hingga kini memakai bahasa penjajahnya Spanyol dan Portugis. Beda dengan Indonesia walau dijajah 350 tahun tetap kita dengan bahasa sendiri.
“Sekarang ironis karena seolah kita memposisikan bangsa kita inferior hanya karena baru pulang belajar dari Timur Tengah dan Amerika, saya kira ini yang kita harus koreksi,” tegas pria yang sedang studi di Jerman ini.
Kenapa negara bangsa kita mau diseragamkan. Memaksakan keyakinan dan agama. Ini perlu direnungkan komunitas milenial.
“Dalam konteks membangun persaudaraan kami diajarkan sesepuh dalam tiga hal yakni membangun persaudaraan sesama Islam, membangun persaudaraan sesama anak bangsa dan membangun persaudaraan sesama manusia. Bersyukur menjadi NKRI, karena sebagai bangsa kita tidak bisa saling menyalahkan dengan yang lain,” tamdasnya.
Load more