"Kalau tadinya orang (dituntut) 13 tahun karena ada ini (bukti), sekarang ininya berkurang masa tetap 13 tahun sih? Kan nggak masuk akal," kata doktor hukum bidang pencucian uang pertama ini.
Jaksa yang menganulir pernyataannya dengan menyatakan Rosmala bukan penerima kucuran kredit, kata Yenti merupakan sebuah kesalahan fatal. Sehingga sepatutnya tuntutan JPU pun harus berubah.
"Itu bukan kesalahan tulisan, bukan typo. Itu adalah error in persona. Itu yang menurut saya bisa langsung menggugurkan semuanya (dakwaan), karena itu sangat fatal sekali," kata Yenti.
"Orang dituduh karena berkaitan dengan TPPU dan sebagainya, diawali dengan dia menerima. Ternyata bukan dia menerima dan diakui (jaksa), ada orang lain," imbuhnya.
Yenti mengaku tak mengerti lagi alasan jaksa mengapa ingin sekali menghukum Rosmala, kendati dana kredit tak perempuan itu terima.
Terlebih, jika dibandingkan dengan kasus mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang hanya dituntut 4 tahun dalam kasus yang juga ada TPPU-nya, tuntutan terhadap Rosmala terkesan mencederai rasa keadilan. Padahal, selaku penegak hukum, Pinangki sepatutnya dihukum lebih tinggi jika melanggar hukum, dibanding masyarakat biasa seperti Rosmala.
"Yang namanya hukum pidana itu lebih baik membebaskan seratus orang yang bersalah, kalau tidak yakin dan tidak kuat, daripada mempidana orang yang tidak bersalah. Itu asas yang harus dipegang betul-betul. Karena ini nasib orang. Pidana itu berkaitan dengan perampasan hak asasi, orang akan dipenjara," tandas Yenti. (ebs)
Load more