Bantul, Yogyakarta – Hasil produksi pabrik obat keras illegal yang berada di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul Yogyakarta mencapai dua juta butir perhari. Obat-obat itu diproduksi dengan menggunakan tujuh mesin. Omzet yang diperoleh pengelola mencapai Rp2 miliar.
“Ini dari perkiraan harga per butir pil satu ribu rupiah," ungkap kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers yang digelar di tempat kejadian perkara di Jalan IKIP PGRI 158, Desa Ngestiharjo, Senin pagi (27/6)
Direktur Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H. Siregar dalam penjelasannya mengatakan kasus ini bermula dari tertangkapnya 13 orang pengedar obat keras dan psikotropika di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi dan Jakarta Timur.
“Dari tangan para tersangka ini, Polri menyita lima juta pil siap edar yang berjenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, dan Alprazolam,” terang Brigjen Pol Krisno.
Setelah pendalaman, pada Rabu (22/9) dini hari, tim dari Mabes Polri menggerebek pabrik yang ada di Kasihan Bantul. Di pabrik tersebut polisi menangkap Wisnu. Kemudian dari keterangan Wisnu polisi menangkap pimpinan pabrik Leonardus Kincoro alias Daud.
Saat diperiksa, tersangka Daud membenarkan dia sebagai pengelola dua pabrik atas perintah kakaknya yang bernama Joko Slamet Riyadi. Tersangka Joko kemudian ditangkap di pabrik obat ilegal yang berada di Gamping, Sleman.
Dari keterangan para tersangka yang sudah ditangkap polisi berhasil menangkap Sri Astuti pemasok bahan baku pembuatan obat keras ilegal tersebut.
Load more