Jakarta - Tidaklah mudah bagi anak-anak buruh sawit di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 005 Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Setiap hari, mereka harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk menuju sekolah mereka di Desa Sajau Hilir. Jalanan rusak, menanjak, dan berliku hanyalah sebagian kecil dari perjuangan mereka untuk tetap bersekolah.
Tantangan pendidikan anak-anak Tanjung Palas Timur tidak berhenti sampai di situ. Berdasarkan hasil pendataan sekolah yang dicatat oleh tim Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), ada 11 persen siswa yang tidak mengikuti pembelajaran.
Setelah ditelisik, sebagian anak tersebut rupanya ada yang dibawa orang tuanya pergi jauh untuk bekerja, berkebun ke tengah hutan, merantau, bahkan dititipkan ke keluarga lain karena orang tuanya menjadi pekerja migran ilegal ke Malaysia.
Kendala pendidikan anak-anak buruh di SDN 005 Tanjung Palas Timur kemudian diperparah dengan hadirnya pandemi Covid-19. Pandemi memukul mundur kemampuan belajar siswa. Meskipun 89 persen siswa masih bisa belajar secara daring dan luring, tetapi mereka tidak dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dan mengalami kehilangan kemampuan belajar (learning loss) yang besar.
Kepala SDN 005 Tanjung Palas Timur, Ludiah Liling, menyadari kondisi kehilangan kemampuan belajar tidak hanya dialami oleh para siswa. Namun, guru pun mau tidak mau harus menyesuaikan kembali caranya mengajar saat luring, setelah sekian lama mengajar secara daring.
Load more