Jakarta, tvOnenews.com - Politikus PKS Iskan Qolba Lubis memastikan dirinya akan menggugat dua pasal karet KUHP, yakni 240 dan 218, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Komisi VIII DPR ini menegaskan gugatan itu akan diajukan secara pribadi bukan dari Fraksinya. Dia mengajukan judicial review atas sikap politik pribadinya. Sebab, PKS kalah suara dalam Rapat Pembicaraan RKUHP Tingkat I di Komisi III DPR.
"Sebagai pribadi boleh karena sudah punya legal standing. Karena saya enggak setuju kan. Nah, itu salah satu legal standingnya," kata Iskan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022).
Dia mengungkapkan dirinya juga akan membahas terkait judicial review ini di fraksi.
"Untuk sementara saya atas nama pribadi dulu. Nanti itu saya bicarakan dengan fraksi," ujarnya.
Dia juga menjelaskan bahwa PKS sebenarnya tidak menyetujui RKUHP dibawa ke Paripurna. Namun, dia mengikuti suara mayoritas. Menurut dia, fraksinya dipastikan kalah karena hanya memiliki 50 kursi atau 9 persen di parlemen.
"Maka ada catatan, tapi enggak diterima. Ya saya sebagai wakil rakyat bicara lah, karena banyak ribuan SMS dari mahasiswa ke saya. 'Gimana nih DPR gitu, yah'. Ya harus saya sampaikan," ujar dia.
Iskan diketahui menolak dua pasal yang dianggap sebagai pasal karet. Pertama, Pasal 240 yang mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah. Kedua, Pasal 218 tentang penghinaan kepada Presiden.
"Ini akan mematikan demokrasi dan mematikan perjuangan mahasiswa. Nanti juga wartawan tidak bebas ngomong karena ini menjadi pasal karet dan Indonesia berubah dari negara hukum menjadi semacam monarki," katanya.
Adapun Pasal 240 dijelaskan bahwa setiap orang yang menghina pemerintah atau lembaga negara secara lisan maupun tulisan di muka umum, dapat dipenjara maksimal 1 tahun 6 bulan atau denda kategori II.
Namun, jika hal itu menyebabkan kerusuhan di masyarakat maka dipenjara maksimal 3 tahun atau denda kategori IV. Pasal ini bersifat delik aduan.
Kemudian, Pasal 218 dijelaskan setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat martabat presiden dan wakil presiden di muka umum, dipenjara maksimal 3 tahun atau denda kategori IV. Pasal ini bersifat delik aduan.
Walk Out saat Paripurna
Politikus PKS Iskan Qolba Lubis menjelaskan alasan dirinya walk out atau keluar ruangan rapat di Rapat Paripurna ke-11 saat detik-detik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan disahkan menjadi Undang-Undang.
Anggota Komisi VIII DPR ini menolak dua pasal yang dianggap sebagai pasal karet. Pertama, Pasal 240 yang mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah. Kedua, Pasal 218 tentang penghinaan kepada Presiden.
"Ini akan mematikan demokrasi dan mematikan perjuangan mahasiswa. Nanti juga wartawan tidak bebas ngomong karena ini menjadi pasal karet dan Indonesia berubah dari negara hukum menjadi semacam monarki," kata Iskan kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022).
Adapun Pasal 240 dijelaskan bahwa setiap orang yang menghina pemerintah atau lembaga negara secara lisan maupun tulisan di muka umum, dapat dipenjara maksimal 1 tahun 6 bulan atau denda kategori II.
Namun, jika hal itu menyebabkan kerusuhan di masyarakat maka dipenjara maksimal 3 tahun atau denda kategori IV. Pasal ini bersifat delik aduan.
Kemudian, Pasal 218 dijelaskan setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat martabat presiden dan wakil presiden di muka umum, dipenjara maksimal 3 tahun atau denda kategori IV. Pasal ini bersifat delik aduan.
"Ini kan pasal nanti yang akan menjadi pasal karet. Lalu tentang presiden, lembaga negara itu boleh dikritik, kan itu pelayan rakyat. Misalnya mengatakan di sini tidak ada pelayanan rakyat, lalu dia dipidana. Lalu apa gunanya bernegara?" ujar Iskan.
Menurut dia, masyarakat seharusnya bebas mengkritik presiden maupun wakilnya. Sebab masyarakat telah membayar pajak kepada pemerintah.
"Rakyat sudah ngasih sama pemerintah yang namanya pajak. Boleh dong kritik. Jangan sampai partai ambil kedaulatan rakyat," kata dia.
Iskan juga menjelaskan alasan dirinya marah-marah di Paripurna. Sebab dirinya tidak diberikan kesempatan untuk berbicara. Padahal menurut dia, setiap anggota memiliki kesempatan selama 3 menit untuk interupsi.
"Itu 3 menit saja tidak dikasih, terus ada apa dengan DPR ini? Ini DPR jadi demokrasi atau enggak? Itu yang bikin saya tadi marah-marah," jelas dia.
"Padahal kan saya punya hak 3 menit untuk menyampaikan, tidak boleh ada kekuasaan yang menyetop rakyat bicara di Parlemen. Cuman 3 menit itu distop, apa saya enggak marah?" tambah Iskan.
(saa/muu)
Load more