Jakarta - Polri buka peluang untuk libatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dugaan gratifikasi dan suap pejabat dan anggota polisi dalam pusaran kasus tambang ilegal Ismail Bolong.
Tak hanya KPK, pengungkapan kasus tersebut turut serta dapat melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kalau itu memungkinkan akan bekerja sama dengan KPK dengan PPATK itu secara teknis penyidik. Itu semua koridor adalah bagaimana bukti-bukti yang didapatkan tim penyidik itu bisa ditindaklanjuti dan dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Di sisi lain, Dedi menuturkan saat ini pihaknya belum berfokus terhadap penanganan kasus dugaan gratifikasi dan suap sejumlah pejabat dan anggota Polri pada kasus tambang ilegal batu bara Ismail Bolong.
Menurutnya pihak kepolisian saat ini hanya berfokus dalam tindak pidana kasus tambang ilegal batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) dengan tiga orang tersangka yakni Ismail Bolong, RP dan BP.
"Pada prinsipnya Polri bekerja sesuai dengan fakta hukum. Tindakan itu melalui proses penyelidikan, penyidikan sampai dengan penetapan tersangka seperti yang dilakukan oleh Dirtipidter pada beberapa waktu lalu yang sesuai dengan Perkap 6 Tahun 2019," katanya.
Diketahui, viral video Ismail Bolong sempat mengaku menyetor uang senilai Rp6 miliar kepada Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto terkait bisnis tambang ilegal di wilayah Desa Santan Ulu, Matang Kayu, Kartanegara, Kalimantan Timur.
Teranyar, Ismail Bolong justru mengklarifikasi pernyataannya dan meminta maaf kepada Agus Andrianto akibat video yang viral tersebut.
Sementara itu, pihak Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengumumkan dua tersangka lain kasus tambang ilegal yang menyeret Ismail Bolong (IB) di Kalimantan Timur (Kaltim).
Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Nurul Azizah mengatakan dua tersangka tersebut masing-masing berinisial BP dan RP.
Menurutnya penetapan tersebut berdasarkan Laporan Polisi nomor LPA0099II/2022/SPKT Dirtipidter Bareskrim Polri tanggal 23 Februari 2022 terkait dengan dugaan penambangan ilegal yang telah berlangsung dari awal bulan November 2021.
"Adapun TKP di Terminal khusus PT MTE yang terletak di Kaltim dan lokasi penambangan dan penyimpanan batubara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) PT SB. Rangkaian kegiatan tersebut dilakukan oleh tiga orang tersangka, yaitu BP, RP, selanjutnya IB," kata Nurul, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Nurul menuturkan ketiga tersangka itu memiliki peran masing-masing dalam perusahaan tambang ilegal di Kaltim.
Menurutnya pelaku BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal di Kaltim.
Sementara, RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batubara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
"Selanjutnya IB berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan," ungkapnya.
Di sisi lain penetapan ketiga tersangka itu hanya bersifat tindak pidana kegiatan tambang ilegal bukan dugaan gratifikasi dan suap sejumlah anggota dan pejabat Polri.
Adapun para tersangka dijerat Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP. (raa/put)
Load more