Jakarta, tvOnenews.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) menyatakan putusan lepas (onslaq) terhadap terdakwa Subandi Gunadi, terkait perkara penipuan.
Hal itu tertuang dalam perkara pidana nomor: 144/Pid.B/2022/PN.Jkt.Utr pada 26 Oktober 2022.
Putusan tersebut mendapat perhatian khusus dari saksi korban, Francisca yang melalui kuasa hukumnya, Andi Darti berencana mengadukan Hakim Ketua PN Jakut, Togi Pardede ke Komisi Yudisial, Bawas MA, dan KPK.
Menurutnya, keputusan majelis hakim sudah sangat tepat karena kliennya tidak terbukti melakukan penipuan.
"Saya melihat majelis hakim telah memutus perkara ini dengan fair dan adil. Jika memang tidak ada pidananya, jangan dipaksakan. Jatuhnya kriminalisasi," kata Joko Cahyono dalam keterangannya yang diterima, Senin (16/1/2023).
Joko menjelaskan keberatan kuasa hukum saksi korban yang melontarkan berbagai keterangan, tanpa bukti bisa disebut pelecehan pengadilan atau contempt of court.
Sebab, dia menuturkan perkara tersebut bisa diputus lepas karena terdapat banyak fakta yang mendukungnya.
"Keterangan yang disampaikan dalam persidangan tidak jauh berbeda dengan keterangan yang disampaikan di penyidik Polda Metro Jaya yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Yang pada intinya menyatakan bahwa hubungan hukum antara Subandi Gunadi dengan Fransisca adalah kerjasama dan utang-piutang berbunga," jelasnya.
Sebelumnya dalam persidangan, Francisca mengatakan harus membiayai pengobatan orang tuanya, sehingga meminta piutangnya ke Subandi yang diklaim sebesar Rp 5.972.750.000.
Sementara itu, Subandi terkejut dengan pengakuan Francisca sehingga meminta rincian klaim pinjaman uang tersebut.
"Fransisca tidak bisa menjawab, kemudian asisten Subandi yang bernama Ruth menunjukkan pembayaran sebesar Rp1.784.495.000 dari total utang sebesar Rp2.832.500.000," ujar Joko.
Menurutnya, saksi korban Fransisca makin gelagapan setelah ditunjukkan mengenai bukti pemberian sebuah apartemen sebagai jaminan pelunasan, sebelum kemudian berdalih bahwa itu adalah keuntungan kerjasama.
Dari bukti tersebut, terlihat ada pembayaran Rp1.784.495.000 plus sebuah apartemen sebagai jaminan dari total utang sebesar Rp2.832.500.000 selama dua tahun.
Joko melanjutkan ketika ditanya di depan persidangan, Fransisca tidak bisa menjelaskan kerjasama di bidang apa. Ini yang kemudian menunjukkan adanya motif hukum yang tidak jelas.
"Kemudian bukti persidangan berupa print out rekening bank sejak November 2016 hingga Desember 2018, Fransisca sendiri yang menuliskan keterangan bahwa setiap kali pengiriman uang ke Subandi ditulis sebagai utang," tambahnya.
Dia mengatakan majelis hakim kian teryakinkan setelah diajukan bukti print out pembicaraan melalui aplikasi WhatsApp antara Fransisca dan Ruth.
"Hingga akhirnya kemudian memutus bahwa ini adalah bukan perkara pidana, melainkan perdata," imbuhnya.(lpk/muu)
Load more