Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah, berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pada Kamis (17/6), Jaksa Eksekusi Suryo Sularso dan Rusdi Amin telah melaksanakan putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 dengan terpidana Wahyu Setiawan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane untuk menjalani pidana selama 7 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Terpidana Wahyu juga dibebani kewajiban untuk membayar denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
"Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok," kata Ali.
Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.
Meski majelis kasasi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun khusus permohonan pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik bagi Wahyu telah dipertimbangkan dan diputus sebagaimana permohonan dari tim JPU dalam memori kasasi yang sebelumnya telah diajukan kepada MA.
Dalam persidangan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 Agustus 2020, majelis hakim memutuskan Wahyu divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis hakim pun memutuskan tidak mencabut hak politik Wahyu pada masa waktu tertentu seperti tuntutan JPU KPK.
Kemudian pada 7 September 2020, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara bagi Wahyu atau masih lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Wahyu divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Putusan banding tersebut tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik bagi Wahyu selama 4 tahun setelah menjalani hukuman pidana seperti yang dituntut KPK.
Sedangkan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara.
Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku yang saat ini masih buron.
Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Penggantian Antar-Waktu (PAW) Anggota DPR RI PDI Perjuangan dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. (prs/ant)
Load more