Jakarta, 07/6 - Ketua Komisi Yudisial (KY) RI Mukti Fajar Nur Dewata menyebutkan berdasarkan data yang ada rata-rata satu pengadilan di setiap tingkatan menangani 500 hingga 1.000 perkara setiap tahun. "Saat ini kesadaran masyarakat mulai tumbuh dengan baik, setiap perkara yang terjadi akan dibawa ke pengadilan untuk diselesaikan," kata Prof. Mukti Fajar Nur Dewata di Jakarta, Senin (7 Juni 2021).
Prof. Mukti menilai, kesadaran masyarakat yang tinggi dalam penyelesaian sebuah perkara hingga ke meja hijau berdampak langsung pada kinerja dan kualitas putusan seorang hakim. Ia menyebutkan, jumlah hakim di Tanah Air sebanyak 9.000-an yang bekerja di 961 pengadilan dari tingkat pertama hingga Mahkamah Agung (MA). "Jadi, bisa dilihat rata-rata jumlah hakim berkisar lima sampai 10 orang per lembaga pengadilan," kata Prof. Mukti.
Berdasarkan data laporan tahunan MA 2020, rasio antara jumlah perkara yang masuk dan jumlah hakim yang menangani pada pengadilan tingkat pertama, yakni satu berbanding 556 perkara. Untuk tingkat banding, kata dia, sebanyak satu berbanding 30 perkara, sedangkan tingkat MA satu berbanding 451 perkara.
Secara umum, menurut dia, keberhasilan hakim dalam memutus sebuah perkara tidak terlepas dari bantuan asisten hakim. Di banyak negara, terutama Uni Eropa, peran asisten hakim cukup sentral di semua tingkat pengadilan. Isu tentang asisten hakim menarik untuk dibahas, terutama mengenai tugas dan kewenangan dalam memeriksa substansi dan merancang konsep bagi hakim serta kedudukannya dalam pengadilan.
Khusus di Indonesia, lanjut dia, sebenarnya telah mengadopsi keberadaan asisten hakim. Namun, masih dalam jumlah terbatas, yakni di MA. "Hakim Agung dibantu asisten hakim yang berasal dari tingkat pertama dan tingkat banding," katanya.
Sementara itu, hakim di pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding, menurut Prof. Mukti , masih sebatas dibantu oleh panitera pengganti. (ari/ant)
Load more