Washington, AS - Ketika militer Amerika Serikat menyelesaikan penarikannya dari Afghanistan dalam beberapa pekan mendatang, pemerintahan Biden mengatakan pihaknya menambahkan staf untuk mempercepat proses visa bagi warga Afghanistan yang rentan.
Warga Afghanistan yang didahulukan untuk mendapatkan visa AS itu adalah mereka yang bekerja untuk pemerintah AS dan ingin melarikan diri untuk menghindari pembalasan Taliban.
Namun, bagi para pembela hak pengungsi dan anggota Kongres AS, upaya tersebut masih belum cukup untuk memastikan bahwa sejumlah besar warga Afghanistan yang bekerja sebagai penerjemah militer AS, pemandu, dan peran lain pada bulan-bulan mendatang.
"Saya ingin Gedung Putih lebih bersemangat. Apa yang saya ingin mereka lakukan selanjutnya? Saya ingin mereka melakukan segala daya dan upaya mereka untuk menyelesaikan masalah ini," kata Senator Maine Angus King.
King adalah seorang senator independen yang berkaukus dengan Partai Demokrat pendukung Presiden Joe Biden.
Pertempuran telah meningkat di seluruh Afghanistan menjelang batas waktu penarikan pada 11 September, yang akan mengakhiri kehadiran pasukan dari negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang dipimpin AS.
Pasukan NATO telah hadir di Afghanistan selama dua dekade sejak Taliban digulingkan dari kekuasaan setelah serangan pada 2001 di Amerika Serikat.
Warga Afghanistan, yang bekerja untuk Amerika Serikat selama perang terpanjang AS di Afghanistan, takut aksi pemberontakan akan menargetkan mereka dan keluarga mereka sebagai pembalasan karena membantu pasukan asing.
Dengan penarikan terakhir pasukan yang diharapkan pada awal pertengahan Juli, tampaknya ada ketidaksesuaian antara harapan para pembela hak pengungsi dengan langkah yang disebut pemerintah Biden realistis mengingat persyaratan hukum dan praktis untuk memproses visa imigran khusus.
Pemerintah AS mengatakan telah menggandakan jumlah staf di Kabul yang memproses kasus pengeluaran visa dan tiga kali lipat personel yang meninjau petisi di Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS.
Pemerintah AS juga merencanakan peningkatan lima kali lipat jumlah staf di Departemen Luar Negeri yang mengerjakan visa di Washington, kata seorang pejabat senior AS kepada Reuters.
"Semua perubahan selama beberapa bulan terakhir ini telah menghasilkan jumlah kasus terbesar dalam sejarah program (pengeluaran visa) yang diproses dalam periode 60 hari," kata pejabat itu saat berbicara tentang rencana pemberian visa bagi warga Afghanistan. Pejabat itu tidak ingin disebutkan namanya.
Rencananya adalah untuk setiap bulan memproses setidaknya 1.000 hingga 1.400 aplikasi visa untuk warga Afghanistan yang bekerja untuk Amerika Serikat, tidak termasuk keluarga mereka.
Sebaliknya, pemerintah AS menyebutkan hanya mengeluarkan 237 visa semacam itu dalam tiga bulan terakhir pada 2020.
Namun, bahkan dengan upaya baru, pemerintah mengatakan ada batasan seberapa cepat proses 14-langkah yang melibatkan multi-lembaga dapat bergerak untuk pengeluaran visa tanpa perubahan undang-undang. Jika semuanya berjalan lancar, visa dapat diproses dalam sembilan hingga 12 bulan.
Pemerintah mendukung undang-undang di Kongres yang akan memungkinkan warga Afghanistan untuk melakukan pemeriksaan medis setelah tiba di Amerika Serikat, bukan di Afghanistan. Pemerintah juga mendukung undang-undang yang menghilangkan persyaratan untuk petisi tertentu di Departemen Keamanan Dalam Negeri.
"Dengan demikian kami bisa memotong dua bulan lagi masa pemrosesan," kata pejabat pertama.
Pembicaraan politik antara pemerintah dan Taliban sebagian besar terhenti dan tidak jelas bagaimana kinerja pasukan keamanan Afghanistan setelah pasukan NATO pergi.
Taliban telah meyakinkan warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan asing tentang keselamatan mereka.
Namun, seiring berjalannya waktu, warga Afghanistan yang telah mengajukan visa menjadi semakin khawatir.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pekan lalu meyakinkan Kongres tentang komitmennya kepada warga Afghanistan yang bekerja dengan Amerika Serikat, tetapi juga menyarankan setiap ancaman terhadap keselamatan mereka mungkin tidak terjadi.
"Saya tidak akan menyamakan kepergian pasukan kami pada Juli, Agustus, atau awal September dengan semacam kemunduran langsung dalam menjaga situasi di Afghanistan," kata Blinken.
Blinken mengakui ada 18.000 warga Afghanistan "dalam proses" untuk mendapatkan visa. Setengah dari mereka telah menyatakan minat tetapi belum mengisi formulir yang diperlukan, katanya.
Senator Patrick Leahy, yang mengingat kekacauan di Vietnam setelah jatuhnya Saigon pada 1975 ketika dia masih menjadi senator junior, mengatakan masalah yang dialami warga Afghanistan itu mendesak.
"Mereka akan menjadi sasaran," kata Leahy merujuk pada warga Afghanistan yang telah bekerja untuk AS. (mii/Reuters/ant)
Load more