Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al Maliki menyambut baik putusan Mahkamah Internasional (ICJ) yang menyatakan bahwa pendudukan Israel di Palestina adalah melanggar hukum internasional.
Al Maliki menegaskan bahwa rakyat Palestina berhak berdaulat atau bebas atas wilayahnya, termasuk Yerusalem Timur.
“Putusan ICJ merupakan momen penentu bagi Palestina serta bagi keadilan dan hukum internasional,” ucap Al-Maliki, sebagaimana pernyataannya di media sosial yang dipantau pada Sabtu (20/7/2024).
Di dalam putusan ICJ yang dibacakan Jumat (19/7/2024), pendudukan Israel dipastikan melanggar hukum internasional.
Putusan tersebut berdasarkan pernyataan di dalam Piagam PBB dan norma HAM dunia, khususnya atas larangan segregasi rasial dan apartheid.
ICJ juga memutuskan bahwa pendudukan ilegal Israel melanggar hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri di tanahnya dan hak mereka untuk bernegara.
Diputuskannya hal ini berarti Israel harus segera menghentikan pendudukan dan mengosongkan semua permukiman ilegal yang didirikannya.
Al Maliki mengatakan bahwa putusan tersebut amat mendesak karena rakyat Palestina telah hidup menderita selama bertahun-tahun.
Rakyat Palestina juga sudah dinafikan hak dan martabatnya akibat penjajahan dan genosida oleh Israel yang kini disaksikan dunia.
“Putusan ini adalah pembuktian atas benarnya perjuangan dan keteguhan rakyat Palestina,” kata Menlu Palestina.
Apalagi, lanjut dia, pengadilan dunia itu telah memutuskan bahwa hak rakyat Palestina tersebut tak boleh lagi ditolak ataupun dikesampingkan.
Dirinya juga menyatakan bahwa atas putusan ICJ tersebut, kini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan komunitas internasional wajib untuk memastikan agar hak warga Palestina bisa dicapai.
Sebelumnya ICJ di Den Haag, Belanda, menggelar sidang tentang konsekuensi hukum pendudukan Israel atas wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur, pada 19-26 Februari.
Selama persidangan, lebih dari 50 negara dan tiga organisasi internasional yaitu Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Uni Afrika, membahas isu tersebut. (ant/iwh)
Load more