Jakarta - Pentagon kerahkan 8.500 tentara dalam status siaga tinggi untuk kemungkinan penempatan di Eropa sebagai bagian dari “Pasukan Respons” NATO, di tengah meningkatnya kekhawatiran ancaman invasi Rusia di Ukraina. Langkah tersebut mensinyalir tipisnya harapan bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin akan mundur dari apa yang dikatakan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden sebagai ancaman untuk menyerang Ukraina.
Taruhannya adalah kredibilitas aliansi NATO sebagai pusat strategi pertahanan AS, yang dipandang Putin sebagai peninggalan Perang Dingin dan ancaman bagi keamanan Rusia.
Presiden Biden telah berkonsultasi dengan para pemimpin Eropa, menggarisbawahi solidaritas AS dengan sekutu di wilayah itu. Biden mengadakan panggilan video selama 80 menit membahas pembangunan militer Rusia dan tanggapan potensi terhadap invasi.
"Saya mengadakan pertemuan yang sangat, sangat, sangat bagus -- kebulatan suara total dengan semua pemimpin Eropa. Kami akan membicarakannya nanti," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih.
Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan sekitar 8.500 tentara yang berbasis di AS sedang disiagakan untuk ditempatkan ke wilayah NATO di Eropa Timur, sebagai bagian dari kekuatan aliansi untuk mencegah agresi Rusia yang lebih luas.
Meski belum ada keputusan terkait pengerahan tersebut, Kirby mengatakan hal itu akan terjadi hanya jika aliansi NATO memutuskan untuk mengaktifkan Pasukan Respon atau jika situasi lain berkembang, sehubungan dengan ketegangan atas pembangunan militer Rusia di sepanjang perbatasan Ukraina.
Jika sudah diputuskan, AS akan menyumbangkan sejumlah unit militer. Sementara, Belanda berencana mengirimkan dua pesawat tempur F-35 ke Bulgaria pada bulan April dan menempatkan sebuah kapal dan unit berbasis darat dalam keadaan siaga untuk Pasukan Respons NATO.
Langkah Pentagon ini dilakukan bersamaan dengan tindakan oleh pemerintahan anggota NATO lainnya di negara-negara Eropa Timur. Denmark mengirimkan fregat dan pesawat tempur F-16 ke Lituania, Spanyol mengirim empat jet tempur ke Bulgaria dan tiga kapal ke Laut Hitam untuk bergabung dengan pasukan angkatan laut NATO, Prancis siap mengirim pasukan ke Rumania.
Sebelumnya, AS telah memerintahkan anggota keluarga yang memenuhi syarat dan staf kedutaan besarnya di Ukraina untuk meninggalkan negara itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Oleg Nikolenko, mengatakan keputusan AS itu sebagai "langkah prematur" dan "kewaspadaan yang berlebihan." Nikolenko mengatakan Rusia telah menabur kepanikan di antara warga Ukraina dan orang asing untuk mengacaukan Ukraina. Langkah yang sama juga dilakukan Inggris yang menarik diplomat beserta keluarga mereka dari Ukraina.
Sementara itu, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov di Moskow mengatakan bahwa NATO dan AS lah yang berada di balik meningkatnya ketegangan di Ukraina, bukan Rusia. Rusia membantah sedang merencanakan invasi dan mengatakan tuduhan Barat tersebut hanyalah kedok untuk provokasi yang direncanakan NATO sendiri.
Namun, Rusia telah menciptakan krisis dengan mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di sepanjang perbatasan Ukraina dan menuntut NATO untuk berjanji tidak akan mengizinkan Ukraina untuk bergabung dalam aliansi dan tindakan lain, seperti menempatkan pasukan aliansi di negara-negara bekas blok Soviet.(chm)
Load more