Jakarta, tvOnenews.com - Kenalilah demam kelinci, penyakit yang kasusnya melonjak di Amerika Serikat (AS).
Selama satu dekade terakhir, kasus tularemia atau demam kelinci mengalami peningkatan sebesar 56 persen.
Dikutip dari Medical Daily pada Sabtu (4/1/2025), demam kelinci merupakan penyakit zoonosis yang langka tapi serius.
Infeksi bakteri yang disebabkan Francisella tularensis ini ditularkan melalui gigitan serangga atau penanganan hewan yang terinfeksi secara tidak tepat, menghirup aerosol yang terkontaminasi atau mengonsumsi air yang tercemar.
Meski begitu, demam kelinci tidak menular dari manusia ke manusia lain.
Demam kelinci bisa memengaruhi berbagai bagian tubuh termasuk kelenjar getah bening, kulit, mata, tenggorokan, paru-paru dan usus.
Gejalanya bergantung pada rute masuknya bakteri ke dalam tubuh.
Adapun gejalanya antara lain demam, pembengkakan kelenjar getah bening, tukak kulit, sakit tenggorokan dan infeksi mata.
Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebabkan peradangan di otak dan jantung serta pneumonia.
Tidak ada vaksin untuk mencegah infeksi ini. Namun, infeksi ini dapat diobati dengan antibiotik.
Apabila tidak diobati, maka berpotensi menyebabkan kematian pada lebih dari dua persen kasus tergantung pada jenis bakteri yang menyebabkan infeksi.
CDC (Centers for Disease Control) menyebut selama tahun 2011–2022 47 negara bagian melaporkan 2.462 kasus tularemia (0,064 per 100.000 penduduk) yang menunjukkan peningkatan insiden sebesar 56 persen dibandingkan dengan tahun 2001–2010.
Adapun insiden tertinggi terjadi pada anak-anak berusia 5–9 tahun, pria yang lebih tua dan penduduk Indian Amerika atau penduduk asli Alaska yang insidennya sekitar lima kali lipat dari orang kulit putih.
Peningkatan kasus baru-baru ini bisa terjadi karena lebih banyak orang yang terinfeksi atau sistem layanan kesehatan lebih baik dalam mengidentifikasi dan mendiagnosis penyakit tersebut.
Untuk mengurangi kejadian ini, CDC mendesak perlunya peningkatan kesadaran di antara penyedia layanan kesehatan. (ant/nsi)
Load more