Jakarta - Situasi di Ukraina yang sudah bereskalasi dengan penggunaan senjata terjadi karena ada dua narasi yang berbeda antara Rusia dan Ukraina, ujar guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
"Dalam perspektif Rusia, operasi militer yang dilancarkan adalah dalam rangka kerja sama pertahanan antara Rusia dengan dua Republik yang baru saja mendapatkan pengakuan dari Rusia atas kemerdekaannya dari Ukraina yaitu Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Ia mengatakan Presiden Putin mendalilkan operasi militer tersebut berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB yang memberi hak negara, untuk membela dirinya baik secara individual maupun kolektif melalui pakta pertahanan.
"Bagi Rusia dua republik yang diakui tersebut sedang mendapat serangan dari militer Ukraina," kata Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
Sementara narasi dari pihak Ukraina, lanjut dia, Rusia dengan pengakuan terhadap dua Republik yang selama ini dianggap sebagai gerakan separatis telah mengganggu integritas wilayah Ukraina. Tentu Ukraina tidak ingin tinggal diam terhadap pelaku separatis dan karena itu melakukan tindakan terhadap para pemberontak, kata Hikmahanto.
Presiden Ukraina pun menyatakan bila Rusia terlibat dalam perang dalam skala besar maka tidak ada pilihan bagi Ukraina untuk membalasnya berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB.
Dalam konteks demikian hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina untuk menggunakan kekerasan.
Load more