Jakarta - Legalisasi ganja di Thailand mendapatkan peringatan keras dari negara lain. Sejumlah negara meperingatkan agar para pelancong dari Thailand untuk tidak memiliki atau menggunakan ganja lantaran masih bersifat ilegal di berbagai belahan dunia.
Singapura dan China juga telah mengingatkan seluruh warganya yang berada di luar negeri untuk tidak menggunakan ganja dalam bentuk apa pun.
"(Berdasarkan) Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba, setiap warga negara Singapura atau penduduk tetap jika diketahui mengonsumsi obat-obatan terlarang di luar Singapura akan bertanggung jawab atas pelanggaran konsumsi narkoba," kata Biro Narkotika Pusat Singapura (CNB), seperti yang dilansir dari Straitstimes, Minggu (3/7/2022).
Barangsiapa yang melanggar karena konsumsi narkoba akan dipenjara hingga 10 tahun dan denda 20.000 SGD (Rp200 juta).
Singapura nampaknya menjadi negara yang keras dalam menolak legalisasi ganja. CNB masih bersikeras bahwa studi ilmiah menunjukkan bahwa ganja bersifat adiktif dan berbahaya.
"Berdasarkan Badan Pengawasan Narkotika Internasional dan studi menyoroti efek buruk dari penggunaan ganja jangka panjang akan meningakatkan risiko gejala psikotik dan skizofernia. Peningkatan konsumsi ganja di negara lain seperti permen dan kue, hal ini dipasarkan secara tidak bertanggungjawab seperti bahan habis pakai yang tidak berbahaya," katanya.
Di Indonesia sendiri wacana legalisasi ganja tengah mengemuka. Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan melakukan kajian secara komprehensif untuk menggali perspektif keagamaan terhadap pemanfaatan tanaman ganja untuk kebutuhan medis.
"Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan kajian komprehensif dalam perspektif keagamaan," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima.
Ia mengatakan MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik dalam bentuk sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru.
Terlebih Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan, kata Asrorun Niam.
Ia mengatakan fatwa adalah jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima pertanyaan maupun permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait terhadap masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
Menurut Asrorun kajian itu merupakan respons MUI terhadap harapan Wakil Presiden Ma'ruf Amin kepada Bidang Fatwa MUI agar menindaklanjuti dinamika yang terjadi di masyarakat terhadap pro dan kontra pemanfaatan ganja untuk kebutuhan media dari sudut pandang fikih.
Ia mengatakan dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. "Ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan," ujarnya.
Akan tetapi, kata Asrorun, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syariah, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu.
"Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. Kita akan kaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan," ujarnya.
Sebelumnya, MUI sudah pernah menetapkan keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan.
"Pada dasarnya, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat," ujarnya.
Menurut Asrorun penggunaan nikotin sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dimungkinkan terjangkau oleh anak-anak.
"Hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan," katanya.
Ia menambahkan mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan hukumnya haram. Untuk itu, MUI akan melakukan kajian soal ganja untuk medis.
"Apakah bisa dianalogikan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji," katanya. (gan/ebs)
Load more