Bangkok, Thailand - Seorang mantan polisi membunuh 34 orang termasuk 22 anak-anak dalam serangan bersenjata di sebuah pusat penitipan anak di Thailand timur pada Kamis, kemudian menembak mati istri dan anaknya di rumah mereka sebelum mengarahkan senjatanya ke dirinya sendiri.
Pejabat polisi distrik Chakkraphat Wichitvaidya mengutip saksi yang mengatakan pria bersenjata itu juga terlihat memegang pisau dalam serangan di kota Uthai Sawan, 500 km (310 mil) timur laut Bangkok di provinsi Nong Bua Lamphu.
Sekitar 30 anak berada di penitipan ketika pria bersenjata itu tiba dan melepaskan tembakan.
"Penembak datang sekitar waktu makan siang dan menembak empat atau lima petugas di pusat penitipan anak terlebih dahulu," kata saksi Jidapa, menambahkan bahwa di antara mereka adalah seorang guru yang sedang hamil delapan bulan.
"Awalnya orang mengira tembakan itu adalah kembang api," katanya.
"Ini benar-benar mengejutkan. Kami sangat takut dan berlari untuk bersembunyi begitu kami tahu itu penembakan. Begitu banyak anak terbunuh, saya belum pernah melihat yang seperti itu," katanya seperti dilansir Reuters, Kamis (6/10/2022).
Pria bersenjata itu memaksa masuk ke ruangan terkunci di mana anak-anak sedang tidur, kata Jidapa. Dia bilang dia pikir dia membunuh anak-anak di sana dengan pisau.
Video yang diposting di media sosial menunjukkan lembaran yang menutupi tubuh anak-anak yang tergeletak di genangan darah.
Juru bicara polisi Paisan Luesomboon mengatakan kepada penyiar ThaiPBS bahwa pria bersenjata itu telah menghadiri sidang pengadilan sehubungan dengan kasus narkoba sebelumnya pada hari Kamis dan telah pergi ke pusat penitipan anak untuk menemukan anaknya, tetapi anak itu tidak ada di sana.
"Dia sudah stres dan ketika dia tidak dapat menemukan anaknya, dia lebih stres dan mulai menembak," kata Paisan, menambahkan bahwa dia kemudian pulang dan membunuh istri dan anaknya di sana sebelum mengambil nyawanya sendiri.
Undang-undang senjata sangat ketat di Thailand, di mana kepemilikan senjata api ilegal diancam hukuman penjara hingga 10 tahun, tetapi kepemilikannya tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain di kawasan itu.
Namun, penembakan massal jarang terjadi. Pada tahun 2020, seorang tentara yang marah atas kesepakatan properti yang memburuk menewaskan sedikitnya 29 orang dan melukai 57 lainnya dalam amukan yang membentang di empat lokasi. (ebs)
Load more