Jakarta - Rusia dituding oleh Amerika Serikat dan sekutu barat karena telah menggunakan drone Iran untuk menyerang pembangkit listrik di Ukraina pada Jumat lalu. Tindakan tersebut telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB 2015 dan hukum internasional.
Tidak terima dengan tudingan tersebut Rusia mengklaim bahwa Ukraina selama delapan tahun berturut-turut menyerang warga sipil dan infrastruktur di wilayah timur Donetsk dan Luhansk, yang diganyang secara ilegal awal tahun ini oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
AS, Prancis, Jerman, dan Inggris mendukung seruan Ukraina agar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengirim tim untuk menyelidiki asal usul drone.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia memperingatkan bahwa penyelidikan akan melanggar Piagam PBB dan mempengaruhi hubungan antara Rusia dan PBB.
Wakil duta besar AS Jeffrey DeLaurentis mengatakan bahwa “PBB harus menyelidiki setiap pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB – dan kita tidak boleh membiarkan Rusia atau negara lain menghalangi atau mengancam PBB untuk melaksanakan tanggung jawab yang diamanatkan.” Dikutip oleh APNews.com (23/10/2022)
Wakil sekjen PBB bidang urusan politik dan pembangunan perdamaian, Di Carlo mengatakan bahwa “di bawah hukum humaniter internasional, serangan yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur sipil dilarang.”
Begitu juga “serangan terhadap tujuan militer yang mungkin diperkirakan akan menyebabkan kerugian bagi warga sipil yang akan berlebihan dalam kaitannya dengan keuntungan militer yang nyata dan langsung diantisipasi,” katanya.
Dalam sebuah surat kepada Dewan Keamanan pada hari Rabu, Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya menuding Iran telah melanggar larangan Dewan Keamanan atas pengiriman drone yang mampu terbang 300 kilometer (sekitar 185 mil).
Kesepakatan nuklir tahun 2015 antara Iran, Amerika Serikat, China, Rusia, Jerman, Inggris dan Prancis adalah bagian dari Resolusi 2231, tujuannya untuk mengakhiri aktivitas nuklir Teheran dan menangkal negara tersebut mengembangkan senjata nuklir.
Di bawah resolusi tersebut, pembatasan senjata konvensional terhadap Iran berlaku hingga Oktober 2020. Namun, pembatasan rudal dan teknologi terkait berlaku hingga Oktober 2023, dan diplomat Barat mengatakan itu termasuk ekspor dan pembelian sistem militer canggih seperti drone.
Duta Besar Iran Amir Saeid Iravani, dengan tegas menolak klaim yang tidak berdasar dan tidak benar.
" bahwa Iran telah mentransfer UAV untuk digunakan (dalam) konflik di Ukraina. Dia menuduh negara-negara yang tidak disebutkan namanya mencoba meluncurkan kampanye disinformasi untuk "salah membangun hubungan" dengan resolusi PBB." ungkapnya.
“Selain itu, Iran sangat yakin bahwa tidak ada ekspor senjatanya, termasuk UAV, ke negara mana pun” yang melanggar Resolusi 2231, tambahnya.
Prancis, Jerman dan Inggris pada hari Jumat mendukung tuduhan Ukraina bahwa Iran telah memasok drone ke Rusia yang melanggar resolusi 2015 dan mereka digunakan dalam serangan terhadap warga sipil dan pembangkit listrik di Ukraina. Mereka mendukung seruan Kyiv untuk penyelidikan PBB.
Tiga negara Eropa mengatakan dalam surat bersama kepada 15 anggota dewan bahwa laporan dalam sumber terbuka menunjukkan bahwa Iran bermaksud untuk mentransfer lebih banyak drone ke Rusia bersama dengan rudal balistik. (MG.uin4)
Load more