Dili, Timur - Mentari mulai bersinar terang. Sayup-sayup kicauan burung membuat nuansa hati cemerlang. Namun, langkah kaki terhenti, kala serombongan warga Timor Leste menghampiri. Mereka tersenyum seraya berkata, "bom dia!"
Kosa kata yang terdengar membuat bergeming, tetapi memaksa pikiran "traveling". Wajah pun spontan hanya merespons dengan senyuman, sebab tak paham maksud yang diucapkan.
Selang beberapa saat,pikiran mulai coba memahami. Oh, maksud kalimat itu mungkin ucapan selamat pagi!
Ya, bom dia adalah bahasa Portugis yang artinya selamat pagi. Sejak berdaulat pada 20 Mei 2002, Timor Leste resmi memakai bahasa ini dalam percakapan masyarakat sehari-hari.
Akan tetapi, bukan bahasa Portugis yang mengernyitkan dahi. Keramahan warga Timor Leste itu lah yang membekas di sanubari. Momen yang jarang terjadi kini, terlebih bagi warga Ibu Kota di Bumi Pertiwi.
Reaksi masyarakat Timor Leste pun menimbulkan kesan gemilang. Sebab, mereka tanpa ragu merespons ramah kaum pendatang.
Padahal mimik muka masyarakat Timor Leste tak punya representasi keramahan. Paras mereka justru diselemuti nuansa "geram".
Akan tetapi, warga Timor Leste mendobrak stigma dengan wajah semringah. Respons hangat dan ramah, membuat kami rombongan awak media yang datang menjadi betah.
Ragam Kuliner
Tidak hanya keramahan yang menyedot perhatian. Wisata kuliner Timor Leste pun demikian. Makanan-makanan khas dari berbagai distrik mudah ditemukan karena tersebar di seluruh penjuru kota.
Rombongan awak media pun berkesempatan mencicipi salah satu kuliner khas dari Timor Leste, yaitu tukir manu. Makanan ini sejatinya tidak menampilkan kesan rupa yang unik ketika dihidangkan, hanya daging ayam yang dibaluri bumbu khas, beserta nasi dengan berbagai lalapan dan sambal.
Penyajiannya juga terlihat umum, layaknya pecel ayam yang biasa ditemukan di Indonesia. Namun, ada hal yang berbeda ketika ditelisik.
Tukir manu merupakan makanan yang dibuat dengan cara khusus. Daging ayamnya diolah menggunakan racikan bumbu khas Timor Leste. Kemudian daging ayam itu masuk ke dalam bambu, lalu dibakar di atas tungku. Oleh karenanya, nama makanan ini disebut tukir mau, yang artinya daging bambu.
Nuansa Budaya
Suasana perkotaan Timor Leste sudah nampak modern. Kendaraan roda dua dan empat kerap kerap hilir mudik di jalan-jalan Dili.
Bangunan-bangunan megah seperti hotel, mal, hingga tempat hiburan cukup banyak terlihat. Style masyarakatnya pun terlihat modern karena mendapat pengaruh kental budaya-budaya luar, seperti Portugal dan Australia.
Akan tetapi, suasana berbeda terlihat ketika mengunjungi pinggiran kota. Terlebih kala merapat ke distrik baru di Pulau Atauro. Nuansa budayanya masih terlihat kental. Beberapa rumah warga pun nampak masih beratap pelepah pohon kelapa.
Warga-warganya juga masih ada yang mengenakan pakaian adat. Namun, baluran busananya berpadu dengan pakaian modern untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Akan tetapi, hanya kaum-kaum sepuh yang masih menggunakan pakaian adat di Atauro. Kalangan muda-mudi di daerah ini sudah lepas dari nuansa budaya lokal.
Pakaian yang mereka kenakan pun mengikuti perkembangan zaman. Tidak lagi berbalur ornamen-ornamen entnik adat khas Timor Leste.
Beragam hal itulah yang membekas saat kesan pertama mengunjungi negara ini. Ah, Timor Leste! Negara yang punya beragam hal unik yang masih tersembunyi.
Load more