Jakarta - Merck & Co mengklaim pil antivirus yang mereka kembangkan mampu mengurangi separuh risiko kematian atau rawat inap akibat Covid-19.
Klaim tersebut didasarkan pada data uji klinis tahap III molnupiravir, obat yang dirancang untuk merusak kode genetik virus.
Uji klinis melibatkan 775 pasien dengan gejala Covid -19 ringan dan sedang selama lima hari atau kurang.
Mereka memiliki setidaknya satu faktor risiko mengalami sakit parah, seperti obesitas atau sudah uzur.
Selama lima hari sebagian dari mereka diminta meminum molnupiravir dua kali sehari di rumah.
Analisis data menemukan 7,3 persen dari kelompok itu kemudian dirawat di rumah sakit dan tak satu pun meninggal setelah 29 hari setelah pemberian obat. Angka itu hanya separuh dari tingkat rawat inap kelompok pasien yang diberi plasebo, yaitu 14,1 persen. Tercatat juga ada delapan kematian dari kelompok itu.
"Pengobatan antivirus yang bisa dilakukan di rumah untuk mencegah orang yang positif Covid -19 masuk rumah sakit sangat diperlukan," kata bos Ridgeback Wendy Holman dalam pernyataan.
"(Temuan) ini akan mengubah perbincangan tentang cara menangani COVID-19," kata bos Merck, Robert Davis.
Hasil uji klinis itu begitu meyakinkan sehingga pengujian dihentikan lebih awal atas rekomendasi pengawas dari luar. Para ahli menyebut hasil uji klinis itu sebagai terobosan dalam menangani infeksi virus corona.
"Obat oral antivirus yang mampu mempengaruhi risiko rawat inap sebesar itu akan menjadi game changer," kata Amesh Adalja, akademisi senior di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins.
Pasien COVID-19 saat ini memiliki beberapa opsi pengobatan, termasuk antivirus remdesivir buatan Gilead Sciences Inc yang diberikan lewat infus dan obat steroid generik deksametason. Kedua terapi itu umumnya hanya diberikan pada pasien yang sudah dirawat inap.
Menurut Adalja, pengobatan yang ada saat ini tidak praktis dan merepotkan.
"Pil oral sederhana akan menjadi kebalikannya," kata dia.
Merck dan mitranya, Ridgeback Biotherapeutics, mengatakan akan segera meminta izin penggunaan darurat pil tersebut dari otoritas Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Jika disetujui, pil tersebut akan menjadi obat oral pertama COVID-19. Temuan tersebut juga mengangkat harga saham Merck lebih dari 9 persen.
Saham Atea Pharmaceuticals Inc, yang mengembangkan obat serupa, melonjak 21 persen lantaran kabar tersebut.
Saham pembuat vaksin COVID-19 Moderna Inc turun lebih dari 10 persen, sementara saham Pfizer turun 1 persen lebih.
Analis Michael Yee dari Jefferies mengatakan investor yakin "ketakutan orang terhadap Covid-19 akan berkurang, juga minat mereka terhadap vaksin, jika ada obat sederhana yang mampu menyembuhkan Covid".
Pfizer dan produsen obat Swiss Roche Holding AG juga tengah berlomba mengembangkan pil antivirus COVID-19 yang mudah diberikan.
Saat ini, baru koktail antibodi yang disetujui untuk diberikan lewat suntikan pada pasien yang tidak dirawat inap.
Koordinator tanggap Covid-19 Gedung Putih Jeff Zients mengatakan pada Jumat bahwa molnupiravir merupakan "perangkat tambahan potensial untuk melindungi masyarakat dari efek parah Covid".
Namun dia menambahkan bahwa vaksinasi tetap menjadi "alat terbaik kita melawan Covid-19".
Obat lain yang serupa dengan molnupiravir telah dikaitkan dengan cacat lahir dalam penelitian pada hewan.
Merck mengatakan obat buatannya tidak mempengaruhi DNA mamalia. Mereka mengatakan pengurutan genom virus corona sejauh ini menunjukkan molnupiravir efektif terhadap semua varian, termasuk Delta yang sangat menular.(ant/rif)
Load more