Jakarta, tvOnenews.com - Kilas balik 10 fakta kebohongan Ferdy Sambo yang membuatnya divonis hukuman mati oleh hakim atas kasus pembunuhan Brigadir Yoshua.
Kebohongan pasangan suami istri Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi atas kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat terungkap di persidangan.
Hasil dari jalanya persidangan, keduanya terbukti merekayasa kasus pembunuhan sedemikian rupa untuk mengelabui para perwira Polri yang saat itu hendak mengusut kematian Brigadir J atau Yoshua.
Kebohongan ini mengakibatkan enam perwira polisi ikut terseret dalam kasus obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi penyidikan atas kasus tersebut.
Kilas Balik: 10 Fakta Kebohongan Ferdy Sambo Hingga Membuatnya Divonis Hukuman Mati Atas Kasus Pembunuhan Brigadir J. Source: tvOnenews.com
1. Ferdy Sambo mengaku tidak berada di TKP
Awal munculnya kasus pembunuhan ini, Ferdy Sambo mengaku barusaja tiba di Jakarta, sesaat sebelum peristiwa pembunuhan ajudannya yakni Brigadir J terjadi.
Fakta sebenarnya yaitu Ferdy Sambo sudah berada di Jakarta tepat sehari sebelum rombongan istrinya, Putri Candrawathi tiba.
Ferdy Sambo juga mengaku tidak sedang berada di lokasi saat peristiwa pembunuhan itu terjadi karena sedang melakukan tes PCR covid-19 sepulang dari Magelang.
Narasi ini juga terungkap sebagai kebohongan karena yang sebenarnya adalah Ferdy Sambo saat itu memang berada di TKP ketika penembakan Brigadir J.
Bahkan Ferdy Sambo sendiri yang memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua di TKP.
2. Peristiwa Baku tembak
Ferdy Sambo juga berbohong terkait penyebab kematian Brigadir Yosua.
Sesaat setelah peristiwa penembakan Brigadir Yosua di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7/2022), Ferdy Sambo kemudian memanggil sejumlah anak buahnya.
Salah satu anak buah yang dihubungi adalah Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Menurut keterangan jaksa, Brigjen Hendra dihubungi oleh Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.22 WIB. Kemudan ia diminta langsung datang ke rumah dinas Ferdy Sambo karena ada suatu peristiwa penting yang perlu dibicarakan.
Brigjen Hendra menuruti perintah atasannya dengan langsung bertolak ke rumah dinas Sambo dan tiba pada pukul 19.15 WIB.
Kemudian Sambo menceritakan bahwa ada peristiwa pelecehan terhadap istrinya yang dilakukan oleh Brigadir J di kamar rumah dinasnya.
Ferdy Sambo juga menyatakan bahwa setelah itu istrinya berteriak histeris hingga membuat Brigadir J panik dan keluar kamar, namun saat itu diketahui oleh anggota lain, yakni Richard Eliezer atau Bharada E.
Kemudian peristiwa tersebut, menurut Sambo, berujung pada kejadian baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E sehingga mengakibatkan Brigadir Yosua tewas tertembak.
3. Kasus Pelecehan
Berangkat dari penuturan atasannya, Ferdy Sambo, kemudian Brigjen Hendra menemui Brigjen Benny Ali yang sebelumnyatelah lebih dulu tiba di rumah dinas Sambo.
Brigjen Benny saat itu masih menjabat sebagai Karo Provos Propam Polri. Kepada Benny, Brigjen Hendra bertanya soal detail peristiwa pelecehan terhadap Putri Candrawathi.
Benny saat itu mengaku sudah bertemu langsung dengan Putri Chandrawati. Menurut Benny, Putri sendiri yang menceritakan soal pelecahan yang dilakukan oleh Brigadir J kepadanya.
Menurut cerita Putri juga, setelah kejadian itu Brigadir J malah menodongkan senjata apinya.
Brigadir Yosua juga disebut mencekik dan memaksa Putri membuka kancing baju Putri. Namun, Putri berteriak histeris sehingga Brigadir Yosua panik dan bergegas keluar kamar.
Dari situlah, berdasar cerita yang dikarang oleh Putri, Brigadir J bertemu dengan Bharada E dan berujung peristiwa baku tembak yang menewaskan Brigadir Yosua.
4. Bantah rekaman CCTV
Ferdy Sambo juga berbohong di hadapan anak buahnya soal isi rekaman CCTV.
Awalnya, Rabu (13/7/2022), empat personel Polri yakni AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit bersama-sama memeriksa dan melihat rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo yang terekam pada Jumat (8/7/2022).
Saat melihat isi rekaman CCTV, AKBP Arif terkejut karena melihat Brigadir Yosua masih hidup pada pukul 17.07 hingga 17.11 WIB. Dari rekaman CCTV tersebut, terlihat juga Brigadir Yosua berjalan dari pintu depan menuju pintu samping rumah dinas Ferdy Sambo.
Melihat kondisi keadaan sebenarnya terkait keberadaan Nofriansyah Yosua Hutabarat yang masih hidup akhirnya perasaan saksi Arif Rachman Arifin sangat kaget karena tidak menyangka.
Kemudian Arif menghubungi Brigjen Hendra untuk menyampaikan apa yang dilihatnya pada rekaman CCTV.
Pada malam harinya, Arif dan Hendra langsung menemui Ferdy Sambo di ruang kerjanya di Mabes Polri dan menyampaikan apa yang dia lihat di rekaman CCTV berbeda dengan kronologi kematian Yosua yang Sambo sampaikan.
Namun, Ferdy Sambo membantahnya. "Itu keliru'," kata Sambo seperti diungkapkan jaksa. "Masa kamu tidak percaya sama saya," kata Sambo lagi dengan nada tinggi.
Ferdy Sambo lantas bertanya siapa saja yang sudah melihat isi rekaman CCTV. Ia juga mewanti-wanti agar jangan sampai rekaman CCTV itu tersebar luas.
Dia juga langsung memerintahkan Arif menghapus rekaman CCTV tersebut. Arif lantas memerintahkan Kompol Baiquni menghapus salinan rekaman yang ada di laptopnya.
Selain itu, Arif juga mematahkan laptop Baiquni dengan kedua tangannya menjadi beberapa bagian. Kepingan laptop tersebut lantas dimasukkan kedalam kantong yang kemudian dia simpan di rumahnya.
5. 11 terdakwa
Kasus kematian Brigadir Yosua sedikitnya telah menyeret 11 orang. Empat orang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana yakni Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.
Selain itu, enam orang juga menjadi terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan yaitu Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Sementara, Ferdy Sambo menjadi terdakwa perkara pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice.
Menurut jaksa, Sambo memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, mantan jenderal bintang dua Polri itu ikut menembak Brigadir J hingga tewas. Sambo lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumahnya agar seolah terjadi tembak menembak.
6. Membohongi Bharada E, Kapolri, hingga Presiden
Bharada E mengatakan tidak pernah membayankan harus menjalani proses hukum karena menuruti atasannya tersebut.
"Saya tidak pernah menduga, apalagi mengharapkan atas peristiwa yang sekarang menimpa diri saya," ujar Bharada E.
Menurutnya, menjadi seorang ajudan di usia muda merupakan suatu kebanggannya sebagai anggota Korps Brimob.
"Pada masa awal-awal pengabdian atas kecintaan saya terhadap Negara, dan kesetiaan kepada Polri, khususnya Korps Brimob, saya dipilih menjadi ajudan yang di mana tugas saya menjaga dan mengawal atasan," lanjut Bharada E.
Bharada E mengaku tak bisa membayangkan akibat menurti perbuatan atasannya saat itu, Ferdy Sambo yang dihormatinya membuatnya duduk sebagai terdakwa.
6. Perintah membunuh di rumah Jl. Saguling
Ferdy Sambo menyatakan di sidang bahwa ia meminta Richard Eliezer agar mem-back up dirinya yang akan meminta klarifikasi kepada Brigadir Yosua terkait pelecehan terhadap Putri Candrawathi di rumah Magelang pada 7 Juli 2022.
Menurut Eliezer, saat dirinya dipanggil ke lantai 3 rumah Jl. Saguling pada 8 Juli 2022 sore, Sambo langsung memerintahkan dirinya untuk menembak Yosua.
“Jadi perintah agar saya mem-back up dia itu tidak ada. Dia langsung meminta saya untuk menembak Yosua, langsung ceritakan skenarionya soal tembak menembak,” tutur Eliezer.
7. Pemberian amunisi senjata api
Richard Eliezer juga menyatakan saat dirinya diperintahkan untuk menembak Brigadir Yosua, Ferdy Sambo langsung memberikan sekotak amunisi agar diisikan ke pistol miliknya.
“Saat berada di lantai 3 rumah Saguling beliau langsung memberikan sekotak amunisi kepada saya. Kalau saja CCTV di lantai 3 itu tidak rusak semuanya akan lebih jelas,” katanya.
Sementara itu, Ferdy Sambo menyatakan tidak pernah memberikan amunisi kepada Bharada E.
8. Tidak ada klarifikasi Yosua Soal Pelecehan
Saat berada di rumah dinasnya, Jl. Duren Tiga, Ferdy Sambo berkilah jika dirinya memanggil Brigadir Yosua untuk dimintai klarifikasi terkait laporan Putri Candrawathi yang telah dilecehkan olehnya.
Namun Bharada E menyatakan klarifikasi itu tidak pernah ada.
“Pada saat almarhum Yosua masuk, beliau langsung menarik leher dan mendorongnya ke depan lalu menyuruhnya berlutut. Tidak ada klarifikasi sama sekali,” kata Eliezer.
9. Perintah Untuk Menghajar Yoshua
Richard Eliezer memastikan pernyataan Ferdy Sambo memerintahkan agar Brigadir Yosua dihajar dan bukan ditembak adalah bohong.
Menurut Richard Eliezer, saat itu Yosua dibawa masuk oleh Ferdy Sambo, dan langsung memerintahkan dirinya untuk menembak seniornya tersebut.
“Soal perintah hajar, tidak benar. Beliau mengatakan kepada saya dengan keras, dengan teriak, ‘hei kau tembak, kau tembak cepat'” kata Eliezer.
10. Ferdy Sambo juga menembak Yosua
Ferdy Sambo menyatakan kaget saat Richard Eliezer menembak Yosua. Bahkan, Richard Eliezer disebutnya sampai lima kali menembak Brigadir J.
Ferdy Sambo juga membantah informasi yang menyebut jika dirinya ikut menembak Brigadir Yosua. Atas tudingan tersebut, Richard Eliezer dengan tegas membantahnya.
“Saya bantah itu, saya melihat beliau menembak Yosua. Soal saya menembak sampai lima kali itu, saya membantahnya,” ujar Richard Eliezer.
(udn)
Load more