Jakarta, tvOnenews.com - Babak akhir kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang tewas ditembak Bharada E atas perintah Ferdy Sambo. Terbaru, Tanggapan Ayah Brigadir J atas vonis hukuman mati Ferdy Sambo, Selasa (14/2/2023).
Vonis hukuman mati telah dijatuhkan bagi Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membacakan vonis pertama kepada Ferdy Sambo yang mana setelahnya terdakwa Putri Candrawathi.
Putri Candrawathi didakwa 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim, melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 8 tahun.
Kolase foto Ayah Brigadir J (Samuel Hutabarat) dan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. (istimewa)
Ayah Brigadir J menanggapi soal vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, sosok mantan Kadiv Propam Polri yang melenyapkan nyawa anak tercintanya, Brigadir Yosua Hutabarat.
"Bukan soal puas ya, kalau puas itu rasanya dendam jadi kita kayak kelainan jiwa seperti Ferdy Sambo. Jadi kalau kita melihat ada orang dihukum mati kita merasa puas," ucapnya
"Jadi yang sepantasnya ini sama Ferdy Sambo, dia sudah puas nampaknya sudah membunuh anak kita. Jadi kalau kami itu untuk mendapatkan keadilan bagi orang sekeji dia (Sambo)," ujar Samuel Hutabarat kepada tvOnenews.com pada Senin , 13 Februari 2023.
Menurut Samuel, Ferdy Sambo sebagai terdakwa merencanakan hingga membunuh Brigadir J dengan jalan panjang hingga ditetapkan sebagai tersangka.
Terhitung sejak kematian Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga milik mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022. Hingga baru sidang perdana pada Senin, 17 Novemeber 2022.
"Begitu berlarut-larut, begitu sebulan dia baru ditetapkan sebagai tersangka. Disitu kekuasaan menurut dia yang sangat kuat selama ini. Jadi ini sudah sepantasnya lah dihukum mati," ucapnya
Lebih lanjut, Ayah Brigadir J mengaku bahwa hukuman mati sudah pantas didapatkan oleh Ferdy Sambo. Alasannya adalah karena dia adalah polisi dan Kadiv Propam Polri.
"Seorang Irjen berpangkat bintang dua, dia seharusnya menjadi suatu contoh di institusi Polri. Ini sekarang dia kan menodai, mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia," ujarnya.
Ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat. (tim tvOne)
Ferdy Sambo juga terlibat dalam Obstruction Of Justice atau perintangan penyidikan dalam penyelidikan kasus kematian Yosua sejak pertama kali menyeruak. Sambo merancang skenario yang melibatkan banyak anggotanya di Div Propam Polri.
"Dia merekayasa, dia melibatkan begitu banyak korban-korban polisi. Begitu sedihnya kita melihat anak istrinya yang tidak tahu apa-apa menunggu suaminya bekerja. Itu lah kebiadaban Ferdy sambo," terangnya.
"Jadi bukan masalah puas atau tidak. Ini biar tidak ada lagi (muncul) Ferdy Sambo lainnya di luar sana," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, dalam pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengungkapkan pihaknya tidak menemukan bukti pendukung terjadinya pelecehan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi.
"Apabila mencermati keadaan yang terjadi pada tanggal 7 Juli 2022, tidak ada bukti pendukung yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan atau bahkan lebih dari itu," kata Hakim Wahyu di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Hakim Wahyu mengatakan kondisi itu sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Dia juga meyakini terdakwa Ferdy Sambo turut menembak Yosua Hutabarat alias Brigadir J menggunakan sarung tangan hitam.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J Ferdy Sambo saat menjalani sidang vonis hukuman mati di PN Jaksel pada Senin (13/2/2023). (M.Bagas/tim tvOne)
Hakim Wahyu mengatakan hal tersebut diketahui melalui keterangan saksi, terdakwa, barang bukti dan keterangan ahli di persidangan.
"Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa (Ferdy Sambo) telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan warna hitam," katanya.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun, ternyata vonis yang ditetapkan majelis hakim lebih berat dari tuntutan JPU.
Ferdy Sambo dinyatakan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengadali, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana turut serta melakukan tindakan pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hal melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama, menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut (Ferdy Sambo) oleh karena itu dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso. (muu/ind)
Load more