Jakarta - Ibunda mendiang Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Rosti Simanjuntak mengaku sangat hancur mendengar tuduhan liar kepada anaknya, yang menjadi korban pembunuhan berencana Ferdy Sambo.
Sebelumnya, Brigadir J dituduh melecehkan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang digadang-gadang menjadi motif para pelaku menghabisi nyawa seseorang.
Rosti Simanjuntak meminta pihak Ferdy Sambo meminta maaf dan mengembalikan nama baik mendiang anaknya.
"Saya orang tua yang telah begitu hancur dalam pembunuhan yang keji ini dan dengan kepedihan mendalam akibat fitnah-fitnah," kata Rosti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (14/2/2023).
"Kami mengharapkan pemulihan buat nama baik almarhum, begitu juga keluarga," tambahnya.
Selain itu, Rosti mengungkapkan megetahui karakter Yosua Hutabarat yang tidak mungkin melakukan pelecehan seksual, sebagaimana tuduhan pihak Ferdy Sambo.
Dia berharap pihak Ferdy Sambo segera memperbaiki nama baik Brigadir J, karena tidak terbukti melakukan pelecehan seksual.
"Saya mengharapkan pemulihan nama baik buat ajak saya, harkat dan martabatnya, terlebih kami juga keluarga besar," tegasnya.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati saat menjalani sidang babak akhirnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (13/2/2023).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membacakan vonis pertama kepada Ferdy Sambo yang mana setelahnya terdakwa Putri Candrawathi.
Dalam pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengungkapkan pihaknya tidak menemukan bukti pendukung terjadinya pelecehan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi.
"Apabila mencermati keadaan yang terjadi pada tanggal 7 Juli 2022, tidak ada bukti pendukung yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan atau bahkan lebih dari itu," kata Hakim Wahyu di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Hakim Wahyu mengatakan kondisi itu sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Dia juga meyakini terdakwa Ferdy Sambo turut menembak Yosua Hutabarat alias Brigadir J menggunakan sarung tangan hitam.
Hakim Wahyu mengatakan hal tersebut diketahui melalui keterangan saksi, terdakwa, barang bukti dan keterangan ahli di persidangan.
"Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa (Ferdy Sambo) telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan warna hitam," katanya.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum (JPU). Namun, ternyata vonis yang ditetapkan majelis hakim lebih berat dari tuntutan JPU.
Ferdy Sambo dinyatakan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengadali, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana turut serta melakukan tindakan pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hal melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama, menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut (Ferdy Sambo) oleh karena itu dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso. (lpk/ree)
Load more