Ferdy Sambo divonis hukuman mati pada Senin (13/2/2023) setelah terbukti bersalah atas pembunuhan berencana Brigadir J atau Brigadir Yosua Hutabarat. Hotman Paris soroti putusan tersebut.
Pasal ini sendiri baru disahkan pada bulan Desember 2022 silam, yang mana dalam pasal tersebut tertulis bahwa terdakwa yang dijatuhkan vonis mati akan mendapat masa percobaan selama 10 tahun.
Tentunya, peraturan ini menuai banyak kritikan dari berbagai pihak termasuk pengacara terkenal Hotman Paris Hutapea.
“Saya baca di KUHP pidana yang baru ini gue pusing, nalar hukumnya di mana ini orang-orang yang membuat undang-undang,” kata Hotman Paris dikutip dari Instagram @undercover.id pada Selasa (14/2/2023).
Hotman Paris lalu membacakan isi pasal 100 KUHP 2023 yang digunakan sebagai dasar vonis hukuman mati Ferdy Sambo.
“Di pasal 100 disebutkan seseorang terdakwa yang dijatuhkan hukuman mati gak bisa langsung dihukum mati harus dikasih kesempatan 10 tahun,” kata Hotman Paris.
“Apakah dia berubah berkelakuan baik ya nanti bakal mahal deh surat keterangan kelakuan baik oleh kepala lapas penjara daripada dihukum mati. Orang berapapun akan mau, mau mempertaruhkan apapun untuk mendapatkan surat keterangan kelakuan baik dari kepala lapas penjara,” sambungnya.
Hotman Paris juga mempertanyakan tujuan dari pasal 100 KUHP itu, padahal Ferdy Sambo telah melewati berbagai persidangan dan vonis mati atas kasus pembunuhan Brigadir J.
“Jadi apa artinya gitu loh, sudah persidangan sudah divonis pakai hukuman mati tapi tidak boleh dihukum mati. Harus menunggu 10 tahun untuk melihat apakah mental berubah menjadi kelakuan baik,” sindir pengacara kondang itu.
Diketahui, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 100 ayat 1 berbunyi:
“Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memerhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana,”.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 100 ayat 2 berbunyi:
“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.”.
Hotman Paris menilai pasal terbaru ini justru akan berpotensi sebagai bisnis surat kelakuan baik dalam penjara.
“Ya dipenjara kan, yang menentukan kelakuan baik kan kepala lapas. Waduh, sudah pasti surat keterangan kelakuan baik akan menjadi surat yang paling mahal harganya di dunia,” pungkasnya.
Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat. Sambo divonis mati.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo hukuman mati," imbuhnya.
Hakim Ketua Sidang Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Wahyu Iman Santoso, menyatakan bahwa unsur perencanaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat Brigadir J telah terpenuhi.
"Unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi," ucap Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa perencanaan tersebut didasari rasa sakit hati Ferdy Sambo setelah mendengar aduan dari istrinya, Putri Candrawathi, mengenai pelecehan seksual yang ia alami.
Sebagaimana yang diketahui, Putri Candrawathi yang saat itu berada di Magelang, Jawa Tengah, menghubungi Ferdy Sambo yang berada di Jakarta dan menceritakan bahwa Yosua telah berlaku kurang ajar terhadap Putri.
Atas dasar tersebut, perencanaan pembunuhan pun dimulai setelah Ferdy Sambo mengetahui Ricky Rizal mengamankan senjata api HS milik Yosua.
"Yang meskipun atas inisiatif sendiri, akan tetapi diperoleh fakta sampai di Jakarta, senjata api HS masih di dashboard. Harusnya, Ricky Rizal bisa mengembalikan senjata tersebut ke Yosua, tetapi tidak dilakukannya," ucap Wahyu.
Wahyu menilai, hal lainnya yang menunjukkan bahwa Ferdy Sambo telah merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J perintah Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer atau Bharada E untuk menambahkan peluru dalam senjatanya, serta meminta Eliezer untuk mengambil senjata HS milik Yosua dan memberikannya kepada Ferdy Sambo.
"Hal ini diartikan bahwa terdakwa telah memikirkan segala sesuatunya yang sangat rapi dan sistematis," ucap Wahyu.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, Wahyu mengungkapkan bahwa majelis hakim meragukan keterangan Ferdy Sambo yang menyatakan bahwa dirinya hanya menyuruh Richard untuk menjadi back-up dirinya dan mengatakan, "Hajar, Chad" ketika mereka telah berhadapan dengan Yosua.
"Menurut Majelis Hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka," tuturnya. (rka)
Load more