Jakarta, tvOnenews.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan seorang tersangka, dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Tersangka tersebut merupakan pemberi suap kepada hakim yustisial MA, Edy Wibowo (EW).
"Setelah ditemukan adanya kecukupan alat bukti, KPK kembali menetapkan satu orang pihak swasta sebagai tersangka pemberi suap kepada tersangka EW selaku hakim yustisial di MA," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (17/2/2023).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini memastikan lembaga antirasuah terus melakukan pengembangan dalam kasus ini. Ia menegaskan, sebagai bentuk transparansi setiap perkembangan penyidikan akan disampaikan kepada masyarakat.
"KPK terus kembangkan informasi dan data hasil penyidikan perkara dugaan korupsi pengurusan perkara di MA," tegas Ali.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Yustisial Mahkamah Agung (MA), Edy Wibowo sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.
Dia diduga menerima uang Rp3,7 miliar untuk membatalkan putusan pailit Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (RS SKM).
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut perkara ini bermula saat adanya gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Mulya Husada Jaya (PT MHJ) dengan termohon Yayasan RS SKM. Kemudian, majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar (PN Makassar) menyatakan RS SKM Pailit.
"Selama proses persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, Majelis Hakim kemudian memutuskan bahwa Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya," kata Firli Bahuri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan pihak RS SKM mengajukan permohonan kasasi ke MA dengan permohonan agar putusan tingkat pertama itu dinyatakan tidak berlaku dan RS SKM tidak dinyatakan pailit.
Firli menduga ada pendekatan dan komunikasi yang dilakukan pihak SKM, yakni Wahyudi selaku Ketua Yayasan dengan Muhajir Habibie (MH) dan Albasri (AB) selaku PNS di MA dengan tujuan agar permohonannya dikabulkan.
"Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta MH dan AB selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang," jelasnya.
KPK menduga terjadi pemberian uang secara bertahap mencapai Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo lewat MH dan AB. Suap diduga diberikan saat proses kasasi masih berlangsung di MA.
"Untuk serah-terima uang diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA," kata Firli.
Dia mengatakan penyerahan uang itu diduga berdampak kepada isi putusan. Dia menduga permintaan Wahyudi agar RS SKM dinyatakan tidak pailit dikabulkan.
Dalam kasus suap penanganan perkara di MA, selain menjerat Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW).
KPK telah lebih dulu menjerat 13 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).
Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).
Penetapan tersangka terhadap hakim agung dilingkungan MA, setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Jakarta dan Semarang pada Rabu 21 September 2022 malam.
KPK menduga, Hakim Agung Sudrajad Dimyati menerima uang senilai Rp2,2 miliar untuk memuluskan upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. (mhs/ree)
Load more