"Jika saya menolak, dia menggunakan cutter melukai tubuh saya dan mengancam akan membunuh saya. Hampir setiap hari badan, kepala, muka, punggung saya dipukuli majikan perempuan, dengan hanger baju, rantai kunci sepeda, dan botol kaca. Kepala saya juga sering dibenturkan ke tembok dapur. Saya sering diancam akan dibunuh jika mencoba melarikan diri," imbuhnya.
Sekitar tahun 2021, KP bahkan merasa frustasi ingin bunuh diri ketika berada dalam situasi diikat di kursi selama sepekan ketika majikannya berlibur ke Thailand. Dalam waktu tersebut, dirinya mengaku tidak diberi makan apa pun.
"Saat itu, saya benar-benar putus asa tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya tidak punya teman, tidak bisa menghubungi siapa pun dan disiksa setiap hari. Saya hanya bisa pasrah kepada Tuhan YME," tambahnya.
"Selain penyiksaan fisik, saya juga tidak pernah digaji dan tidak diberi libur atau uang libur selama 2,3 tahun bekerja," kata KP.
Meski telah lolos dari maut akibat penyiksaan dari majikan, KP mengaku masih trauma meningat kejadian tersebut.
Menurut dia, tidak ada perlindungan bagi korban migran, padahal dirinya sangat membutuhkan perawatan psikologis dan psikis akibat peristiwa tersebut.
"Kondisi saya masih sangat trauma, ketakutan dan selalu mimpi buruk. Selama di KJRI, saya tidak pernah dibawa berobat untuk fisik dan mental saya," imbuhnya. (lpk/ree)
Load more