“Sebagaimana saya sebutkan sebelumnya bahwa pengaduan saya tersebut berpotensi menambah keuangan negara di mana ada bagian dari pendapatan negara, hak negara, yang diabaikan oleh banyak pihak yang jumlahnya tidaklah sedikit, bukan untuk saya atau pribadi saya,” sebut Bursok lagi.
Seharusnya sebagai orang nomor satu di Kementerian Keuangan RI, menurut Bursok, Sri Mulyani harusnya memberikan koreksi dan masukan kepada Menkopolhukam Mahfud MD, di mana oknum terduga pelanggar TPPU bisa dijerat dengan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi bila dilihat dari sisi peraturan perundang-undangan perpajakan.
“TPPU itu jika mau digambarkan, seperti oknum yang memiliki usaha ilegal, seperti membuka usaha perjudian, menjual narkoba dan lain-lain, di mana uang haram yang dihasilkannya tersebut ‘dicuci’ dengan cara misalnya ditabung di bank, sehingga uang haram tersebut menjadi tercampur dengan uang halal yang ditabung masyarakat atas penghasilannya yang diperoleh dari usaha yang halal. Uang haram yang telah ‘tercuci’ tersebut bisa jadi telah tersebar melalui mesin ATM dari Sabang sampai ke Merauke. Yang menjadi pertanyaan, lantas, bagaimana uang haram tersebut bisa masuk ke dalam sistem keuangan di perbankan? Salah satunya adalah dengan membuat PT PT bodong, seperti PT Antares Payment Method dan PT Beta Akses Vouchers dengan melakukan kerjasama ke berbagai bank untuk dibuatkan rekening virtualnya,” beber Bursok.
Lebih jauh Bursok menjelaskan, TPPU sejatinya juga merupakan pelanggaran korupsi, bila diambil contoh kasus Rafael Alun Trisambodo yang memiliki uang sebesar Rp37 miliar di SDB (Safe Deposit Box) dengan menggunakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jumlah temuan sebesar Rp37 miliar yang menurut KPK tidak ada dilaporkan dalam LHKPN seharusnya tidak juga tercantum dalam SPT Tahunan RAT, di mana berdasarkan pasal 17 UU Pajak Penghasilan, dari penghasilan kena pajak sebesar Rp37 miliar tersebut, terdapat PPh yang terutang sebesar Rp12.644.000.000,00 (dua belas miliar enam ratus empat puluh empat juta rupiah).
Itulah pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara. Bila jumlah sebesar Rp12.644.000.000,00 tersebut tidak dibayarkan, di sanalah terjadinya kerugian negara di mana tidak membayar pajak sama dengan korupsi.
“Sanksi atas dugaan tindak pidana perpajakan ini bisa ditetapkan berdasarkan kuasa pasal 39 UU KUP di mana sanksinya berupa pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal 4 empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar tersebut. Sehingga negara berpotensi mendapatkan haknya sebesar maksimal Rp63.220.000.000,00 (enam puluh tiga miliar dua ratus dua puluh juta rupiah)”, katanya lagi.
Yang menjadi pertanyaan menurut Bursok, mengapa pendekatan dari sisi perpajakan ini tidak diungkapkan Sri Mulyani kepada Menkopolhukam, Mahfud MD.
Load more