Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten, M Adhiya Muzakki mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait 134 PNS di Ditjen Pajak yang memiliki saham di ratusan perusahaan tertutup.
Menurut Adhiya, potensi kejahatan oleh PNS menjadi besar jika memiliki saham di perusahaan tertutup. Pasalnya, hal tersebut dapat menjadi modus tindak pidana korupsi maupun Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
"Hal seperti itu sangat potensial untuk menjadi modus tindak pidana korupsi maupun pencucian uang," ujar Adhiya kepada awak media, pada Senin (13/3).
Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa tujuan utama pegawai pajak adalah mengambil pajak dari wajib pajak sebesar-besarnya. Pada saat yang sama, wajib pajak akan berusaha membayar pajak sekecil mungkin ke negara.
"Pelanggaran yang paling mungkin muncul antara pegawai pajak dan wajib pajak adalah gratifikasi dari wajib pajak ke pegawai pajak," imbuhnya.
Adhiya menilai pegawai pajak dapat menerima suap tersebut secara tidak langsung jika wajib pajak mengirimkan gratifikasi tersebut ke perusahaan yang dikempit pegawai.
Oleh sebab itu, Ia meminta agar Menteri Keuangan menindak dan mengusut tuntas hal tersebut demi meningkatkan kepercayaan masyarakat di tengah gempuran yang sedang dihadapi Kemenkeu.
"Tentunya itu malah membuat masyarakat makin tidak percaya terhadap Kemenkeu. Bu Sri Mulyani harus segera ambil tindakan tegas atas persoalan tersebut," tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyampaikan surat kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan terkait temuan 134 pegawai pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan tertutup.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengaku bahwa surat sudah dikirimkan kepada Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu. Pahala menilai tidak semua pegawai tersebut mungkin bersalah.
"Tetapi dalam surat saya sebutkan tolong ditindaklanjuti, ditindaklanjuti kenapa mereka punya perusahaan," kata Pahala, kepada wartawan, Jumat (10/3/2023).
Load more