Sugiran, anggota komite sekolah menambahkan, ada informasi bahwa Disdikpora memang mempunyai program meregrouping sekolah tersebut. Wacana ini muncul sejak tahun 2014 lalu, namun komite dan wali murid sudah menyatakan keberatan, karena sekolah yang baru, berjarak sekitar 4 kilometer. Selain jauh, alasan tidak semua wali murid memiliki sepeda motor untuk mengantar sekolah.
"Banyak siswa di sini yang tinggal bersama kakek dan neneknya, sementara orang tuanya merantau bekerja, kalau yang punya motor tentu bisa mengantar, lha kalau yang sudah tua bagaimana, sementara jika siswa harus jalan kaki atau bersepeda, dengan jarak begitu dan medan jalan naik turun, apa tidak kasihan, belum kalau musim hujan," beber Sugiran.
Sugiran menduga, Disdikpora memang sengaja tidak segera membangun gedung baru sebagai pengganti lantaran program regrouping SDN Tepus 2 akan direalisasikan.
"Di SDN 2 Tepus saat ini ada 37 siswa yang berasal dari 5 padukuhan, yaitu Blekonang 1, Blekonang 2, Blekonang 3, Trosari 1 dan Trosari 2. Karena ketidakjelasan nasib sekolah, maka tahun ajaran kemarin, wali murid ragu untuk mendaftarkan anaknya, sementara guru juga tidak berani untuk membuka pendaftaran, hingga berakibat kosongnya murid kelas satu," lanjut Sugiran
Dalam waktu dekat, mereka berencana untuk audensi ke DPRD Kabupaten Gunungkidul terkait polemik yang mereka alami. Mereka berharap para wakil rakyat dapat memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi warga masyarakat, khususnya wali siswa.
Sementara itu, PLT Kepala Dikpora Gunungkidul, Ali Ridho saat dihubungi menyatakan bahwa, polemik tentang hal ini sedang dirapatkan di bagian bidang, dan akan dilakukan pertemuan antara pihak pihaknya dengan pemerintah Kalurahan dan masyarakat setempat.
"JJLS adalah proyek dari nasional, jadi mekanisme pembangunan gedung pengganti harus melalui proses yang panjang, tidak asal membangun," terang Ali, Rabu (20/10/2021).
Load more