Ketua DPW PSI DIY, Kamaruddin menyampaikan, penutupan patung yang dilakukan pada 22 Maret lalu tersebut dikatakan karena desakan ormas tertentu dengan alasan mengganggu ibadah Ramadhan masyarakat setempat.
"Walau kemudian kepolisian melakukan koreksi bahwa penutupan tersebut atas inisiatif pemilik Rumah Doa karena lokasi berdekatan dengan masjid, namun sangat sulit kita percaya, karena penutupan hanya dilakukan sampai Ramadhan selesai dan hanya karena peresmian belum dilakukan," ungkapnya.
Ia menyayangkan tindakan Penutupan Patung Bunda Maria tersebut merupakan tindakan paksaan dari kelompok tertentu. Tindakan tersebut tergolong intoleransi yang sayangnya, dilakukan di awal Bulan Ramadhan, bulan suci bagi umat Islam untuk menghayati Rahmatan Lil'alamin. Artinya kehadiran umat Islam di tengah masyarakat harus mampu mewujudkan kedamaian dan cinta kasih pada sesama dan alam ciptaanNya
"Sebagai Daerah Istimewa, tujuan wisata dan kota pendidikan, sangat wajar Jogja dipenuhi oleh warga yang berbeda agama yang seharusnya bisa hidup berdampingan, bahkan termasuk tempat ibadah yang berdampingan," jelasnya.
Dalam bidang pendidikan, mahasiswa bersekolah di yayasan agama seperti Muhammadiyah, Universitas Islam Indonesia, Atma Jaya, UKDW, walaupun bukan bergama sama. Begitu juga dengan akses kesehatan, RS UII, RS Bethesda, RS Silloam dan RS Muhammadiyah melayani warga tanpa menyanyakan agama mereka.
"Di Jogja, kita bisa melihat adanya mushola yang bersih dipenuhi mukena dan sajadah di RS Kristen atau Katolik. Hidup rukun bagi warga Jogja seharusnya bukan sesuatu yang mustahil," ungkap Kamaruddin.
Dalam kasus seperti ini, aparat penegak hukum dan pemerintah seharusnya tidak mudah menyerah pada tekanan pihak tertentu, dengan tetap melindungi hak ibadah kaum minoritas, yang kita tahu tidak punya kekuatan membela diri apabila ibadah mereka diganggu.
Load more