Jakarta – Deklarasi Anies Baswedan sebagai Calon Presiden 2024 yang digelar Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES) di Jakarta (20/10), menjadikan atmosfer pertarungan Capres 2024 semakin dinamis. Meskipun deklarasi serupa sudah digemakan oleh kekuatan politik lain seperti massifnya dukungan terhadap Prabowo, Ganjar Pranowo, dan Airlangga Hartarto, tetapi deklarasi Anies memberikan political effect tersendiri dalam arena pertarungan Capres ke depan.
Demikian disampaikan Yusa’ Farchan, pengamat politik Universitas Sutomo dalam keterangannya kepada tvOnenews.com, Jumat (22/10). Farchan melihat, ada dua alasan utama mengapa Anies memainkan peran strategis dalam bandul pertarungan Capres ke depan. Pertama, Anies telah menorehkan sejarah gemilang atas dekonstruksi strukturalisme partai politik dalam arena sirkulasi kepemimpinan politik. Kemenangan Anies dalam Pilkada DKI 2017 adalah afirmasi atas pola dekonstruksi strukturalisme tersebut. Anies bukanlah kader partai, bukan juga pengurus partai.
Namun, Anies mampu menjadi magnet sehingga mendapat dukungan partai politik, seperti PKS dan Gerindra saat itu. Kedua, Anies adalah simpul, harapan utama dan pelampung bagi kelompok-kelompok yang bersikukuh menghendaki adanya representasi pemimpin atau politisi Muslim berikut alokasi-alokasi distribusi material kepada umat Islam berdasarkan logika mayoritas.
"Dalam medan candidacy pilpres ke depan, Anies tampak cukup confidence terkait dukungan partai politik. Paling tidak, sejauh ini PKS belum memiliki kader-kader yang potensial menang jika dilempar ke pasar pemilih Pilpres. Kebuntuan PKS atas calon-calon internal tersebut, secara politik tentu menguntungkan Anies. Selain itu, preferensi dan dukungan politik terutama kelompok-kelompok modernis Islam harus dikelola baik oleh PKS maupun Anies sendiri," urainya.
Tiga Poros Utama Dalam pertarungan Pilpres 2024, menurut pengamat politik Citra Institute ini, ada tiga poros utama dalam analisis. Bukan didasarkan pada poros kandidat (figur), tetapi lebih merefleksikan poros atau fragmentasi kekuatan partai-partai politik sebagai satu-satunya pemegang otoritas politik dalam mengusung pasangan Capres-Cawapres. Tiga poros berikut ini juga bersifat fleksibel, cair dan bergerak dinamis, bergantung pada variabel-variabel penting lainnya seperti sumber daya logistik dan infrastruktur partai dalam menghadapi pemilu.
Dengan tingginya angka presidential treshold (20% kursi atau 25% suara sah nasional), setidaknya akan ada tiga poros utama dalam candidacy Pilpres ke depan. Poros pertama PDIP yang memegang supremasi elektoral dua kali pemilu berturut-turut (Pemilu 2014 dan 2019). Sebagai the rulling party yang mengendalikan jalannya kekuasaan, PDIP tentu berkepentingan untuk memenangkan kembali Pilpres 2024. Dengan modal 128 kursi parlemen (DPR RI), PDIP sudah cukup mengusung Capres tanpa koalisi.
Sejauh ini, di internal PDIP, berdasarkan radar beberapa lembaga survey terakhir, paling tidak ada tiga kader PDIP yang potensial; Ganjar Pranowo, Puan Maharani dan Tri Rismaharini. Dengan elektabilitas Ganjar yang melesat jauh di atas Puan dan Risma, tentu Ganjar yang paling berpeluang menang jika diusung.
Load more