Lebih lanjut dijelaskan pada tahun 2015 mulai dibangun kawasan hutan wana wisata, hingga akhirnya berkembang sampai saat ini.
“Ada ratusan warga yang ikut mengelola kawasan wisata hutan pinus Mangunan. Tercatat sebelum pandemi, sekitar 724 orang mengantungkan nafkahnya di sini. namun saat pandemi berkurang menjadi 394 orang,” ujarnya.
Dalam merintis kawasan wisata, Ipung terus melakukan pendampingan ke masyarakat serta mensosialisasikan pentingnya pelestarian hutan di tengah-tengah pemanfaatannya sebagai tempat wisata.
“Kedatangan hampir dua juta wisatawan setiap tahunnya ke sini seperti menjadi berkah sendiri. Dalam kondisi normal perputaran uang di sini mencapai Rp21 miliar. Sebelumnya pemanfaatan bantuan dari pemerintah hanya Rp7,2 miliar,” jelasnya.
Keberhasilan mendapatkan penghargaan tertinggi bidang lingkungan ini semakin membanggakan bagi masyarakat Mangunan karena mampu merawat warisan dari nenek moyang berupa hutan yang masih asri.
“Kami akan terus sosialisasi kepada masyarakat bagaimana bahaya terhadap penembangan kayu secara liar. Setiap orang yang ketahuan menebang pohon, kami meminta dia menanam dua kali lipatnya,” tegas Ipung.
Pasalnya kegiatan penebangan kayu liar, menimbulkan bahaya ekologis lingkungan yang merugikan masyarakat sendiri seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan.
Load more