tvOnenews.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) Mahfud MD dikenal sebagai sosok berprestasti yang memberikan kontribusi besar dalam pemerintahan. Tak banyak yang tahu, pria kelahiran 13 Mei 1957 ternyata memiliki masa kecil yang penuh keunikan.
Mahfud MD kembali mengenang masa kecilnya yang dihabiskan di sebuah desa di Pamekasan.
“Saya orang desa, Desa Klutuk (Pamekasan), iya desa sekali. Madura itu biasanya anak kecil kan sebelum ke sekolah disuruh ke surau, langgar,” ujar Mahfud MD.
Dia mengingat kembali ketika masih kecil kesehariannya dipenuhi rutinitas dan tradisi keagamaan, mulai dari mengaji hingga masuk ke pondok pesantren.
“Nah, saya itu umur 5 tahun sudah belajar ngaji 7 tahun sudah lancar mengaji. Kemudian umur 9 tahun saya masuk pondok pesantren sambil merangkap SD Negeri, sore di Madrasah, dan malam di Pesantren,” lanjutnya.
Pria kelahiran Sampang, Madura ini juga mengungkapkan kedua orangtuanya berharap agar dirinya menjadi guru agama. Dia diminta untuk bersekolah PGA (Pendidikan Guru Agama).
“Nah di situlah saya kemudian saya terbiasa dengan tradisi-tradisi keagamaan. Orang tua saya ingin saya jadi guru agama makanya saya dimasukkan ke PGA (Pendidikan Guru Agama), maksudnya biar jadi Guru Agama di SD," pungkas sang Menko Polhukam.
Di masa itu, guru agama dinilai sebagai profesi mentereng. Mahfud MD mengatakan posisi tersebut di desa masa itu setara dengan posisi menteri di Jakarta. Imbas dari rutinitas yang begitu padat membuat Mahfud MD kerap kali tidak tidur.
“Jadi memang tidak bisa tidur, ya tidur sebisa-bisanya,” lanjutnya.
Namun, Mahfud mengaku masa kecilnya begitu mengasikan, beberapa kenakalan pun sempat ia lakukan.
“Katanya kalau bermusik itu bermain-main dengan setan tetapi saya nih kan agak bandel. Saya belajar main gamelan, seruling, bahkan pernah ikut main ketoprak,” kenangnya.
Dalam kesempatan itu, Mahfud MD juga membeberkan bahwa dirinya kerap mengunjungi ‘spot favorit’ yang tak biasa, ketika tengah mengenyam pendidikan di Yogyakarta.
“Jadi begini saya di Jogja itukan kos sebagai anak. Nah kos dulu rumahnya gedek, lantainya belum ada semen apa gitu, sederhana sekali di tahun 74,” kata pria alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta ini.
Menurutnya, kuburan China masih lebih mewah. Dia pun kerap menghabiskan waktu untuk belajar di tempat tersebut.
“Lebih mewah kuburan daripada tempat kos saya, sehingga saya kalau belajar ke kuburan China,” ungkap Mahfud MD.
Biasanya Mahfud mengunjungi kuburan China seusai sekolah. Di waktu tersebut, kuburan juga sudah dibersihkan. Bahkan, dia mengaku sering tidur di sana dibandingkan di kamar kos sendiri
“Jadi misalnya selesai sekolah jam 1, nanti makan dulu jam tiga sudah ke kuburan, ada lampu juga gak usah bayar kan ada listriknya, kuburan Cina waktu itukan mewah trus dibersihkan. Kita tidur, lebih enak tidur di situ,” tandasnya. (rka)
Load more