Jakarta, tvOnenews.com - DPP PKS memberikan rapot merah dan sepuluh tuntutan terhadap pemerintahan Presiden (Joko Widodo) Jokowi dalam rangka Hari Buruh Internasional yang jatuh pada Senin (1/5/2023).
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS, Indra mengatakan pemerintahan Jokowi tidak mengedepankan dan tidak mementingkan posisi buruh WNI. Menurutnya, buruh Indonesia kerap dimarjinalkan, dipinggirkan, dan posisinya semakin terhimpit.
"Hal ini setidaknya bisa terlihat dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi khususnya dalam berbagai produk peraturan perundang-undangan yang ternyata politik hukumnya tidak mencerminkan pentingnya posisi pekerja/buruh dan tidak nampaknya keberpihakkan kepada pekerja/buruh," ungkapnya di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Senin (1/5/2023).
Dia juga mempersoalkan terkait UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang membuat kondisi buruh semakin tertindas. Menurutnya, UU tersebut justru terlalu berpihak kepada para pengusaha.
Indra menjelaskan UU Ciptaker membuat pengusaha bisa membayar upah buruh dengan murah, tenaga kerja asing semakin banyak dihadirkan, PHK dipermudah, hingga nasib pekerja kontrak yang kurang terjamin.
"Kesewenang-wenangan, penyimpangan, dan berbagai pelanggaran norma ketenagakerjaan begitu marak terjadi diberbagai tempat. Banyak PHK sepihak, pesangon yang tidak dibayar, upah dibawah upah minimum, pemagangan-outsourcing-kerja kontrak yang menyimpang, intimidasi kebebasan berserikat, tenaga kerja asing unskill, dan seterusnya yang tidak tersentuh dan tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya," jelas Indra.
Lebih lanjut, pihaknya juga menyinggung nasib pengemudi sopir online yang tidak memiliki payung hukum yang jelas. Hal ini membuat kesejahteraan mereka terabaikan. Dia juga menyoroti persoalan pekerja migran Indonesia yang sangat memprihatinkan.
Oleh karena itu, Indra menyampaikan sepuluh tuntutan untuk pemerintahan Jokowi terkait nasib buruh Indonesia. Berikut sepuluh poin tuntutannya:
Pertama, mencabut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, karena dinilai semakin menyengsarakan buruh Indonesia;
Kedua, mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dianggap memudahkan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA), sementara banyak anak bangsa yang menganggur;
Ketiga, mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang telah mempermudah terjadinya PHK, memperkecil kompensasi PHK, memperluas outsourcing (alih daya), memperluas dan memperpanjang waktu kerja kontrak, dan memperlemah entitas serikat pekerja/serikat buruh;
Keempat, mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang bermuatan politik upah murah;
Kelima, mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, yang melagalisasi pemotongan upah sampai dengan 25 persen.
Keenam, penegakkan hukum (law enforcement) atas berbagai norma ketenagakerjaan harus dilakukan secara sungguh dan menyeluruh;
Ketujuh, Jokowi harus penuhi janji kampanye kerja layak, upah layak, dan hidup layak;
Kedelapan, Jokowi harus menghadirkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan;
Kesembilan, Jokowi harus menerbitkan regulasi yang memberikan perlindungan hukum dan keadilan bagi pengemudi daring;
Kesepuluh, perlindungan yang memadai bagi pekerja migran Indonesia harus diberikan. (saa/ree)
Load more