Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan membantah bahwa pihaknya ada utang sebesar Rp344 miliar terkait penggantian selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng terhadap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
“Enggak ada, enggak ada anggaran bayar utang Kemendag. Enggak ada bayar utang, boleh cek di APBN berutang atau enggak,” jelasnya, di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).
Menurut, politikus yang akrab disapa Zulhas ini yang seharusnya berutang itu adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Masalah rafaksi minyak goreng ini, Zulhas menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur polemik ini telah dihapus sehingga kasus tersebut harus maju ke ranah hukum.
“Yang membayar BPDPKS kalau Kemendag enggak ada anggaran APBN untuk bayar utang. BPDPKS mau bayar tapi Permendag-nya sudah enggak ada, maka perlu payung hukum,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kemendag perlu fatwa hukum seperti yang diminta oleh Sekjen kepada Kejaksaan Agung. Hal ini guna meminimalisir pihak BPDPKS masuk penjara karena dianggap tidak membayar utang.
“Kan BPDPKS yang janji mau bayar, dia mau bayar kalau ada aturannya kan, kalau enggak nanti kan dia masuk penjara,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pengusaha ritel berniat menghentikan penjualan minyak goreng apabila utang rafaksi tak kunjung dibayar oleh pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Kemendag meminta Aprindo tidak serius melancarkan aksi tersebut. Maka Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan akan mengundang Aprindo dalam waktu dekat ini membahas polemik tersebut.
"Kami menjadwalkan awal Minggu ini, jadi mudah-mudahan Minggu ini kita bertemu dengan teman-teman Aprindo," ujar Isy, saat konferensi pers, di kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2023).
Nantinya dalam pertemuan tersebut, selain membahas masalah rafaksi minyak goreng, juga meminta Aprindo tidak menghentikan penjualan minyak goreng di ritel modern.
Sebab, Kemendag sendiri masih menunggu keputusan dari Kejaksaan Agung terkait polemik rafaksi minyak goreng ini.
Terlebih kejadian ini bermula saat masa kepemimpinan Muhammad Lutfi selaku Menteri Perdagangan, sebelum Zulkifli Hasan.
Isy pun menegaskan bahwa pihaknya siap membayar utang tersebut apabila Kejaksaan Agung menyatakan bahwa pemerintah harus membayar utang tersebut.
"Ya, kami akan bayar. BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) siap membayar," pungkasnya.
Kisruh pun semakin rumit usai adanya perubahan aturan yang semula ditetapkan Kemendag dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2022 yang mengatur pengusaha ritel harus menjual minyak goreng satu harga, yakni Rp14.000 per liter.
Kemudian aturan tersebut diganti dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 6/2022 tentang penetapan Harga Eceran Tertinggi minyak goreng kelapa sawit. (agr/ree)
Load more